Selama 2 tahun, Rebecca berjuang melawan depresinya dengan pengobatan dan terapi. Namun ketika gejala depresi perlahan-lahan hilang, masalah baru muncul. Ia jadi lebih sering menginginkan seks dari sang suami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bercinta merupakan bentuk perwujudan cinta dan kasih sayang. Namun pada pasien kecanduan seks seperti Rebecca, hasrat bercinta begitu memuncak namun tidak diiringi dengan kepuasan ketika selesai.
Kondisinya ini membuat ia malu untuk berobat. Bahkan untuk keluar dari rumah dan beraktivitas saja sulit untuknya.
"Aku sangat tidak nyaman ketika keluar rumah, karena bercinta dan seks adalah satu-satunya hal yang ada di pikiranku. Aku tidak merasa nyaman dengan kondisi ini," ujarnya.
Paula Hall, pakar psikologi yang menangani Rebecca mengatakan kecanduan seks sama seperti kecanduan pornografi. Kondisi ini ada di masyarakat namun jarang dibahas karena rasa malu dan stigma.
Sama seperti kecanduan pornografi, kecanduan seks juga belum termasuk dalam pedoman gangguan dan masalah kejiwaan. Namun menurut Paula, kecanduan seks adalah bagian dari gangguan jiwa perilaku impulsif.
"Mereka tidak menginginkan seks untuk kepuasan, namun karena terjebak. Tentu saja ini termasuk gangguan jiwa yang serius,"
Saat ini, Rebecca sudah berhasil mengatasi masalahnya dengan terapi. Menurutnya, kecanduan seks tidak bisa dianggap remeh dan merupakan penyakit nyata.
"Depresi membuatku kecanduan seks, bukan karena aku kekurangan kasih sayang dari keluarga. Kecanduan seks adalah penyakit nyata, bukan olok-olok," ungkapnya.
(mrs/up)











































