Dikutip dari The National, 12 perfektur yang tertimpa bencana masih terus berbenah. Tujuh tahun berlalu, korban tewas tercatat sebanyak 15.895 jiwa dengan 62 orang tak bisa teridentifikasi. Jumlah tersebut belum termasuk 2.539 korban yang hilang. Hingga kini 10 ribu orang masih tinggal di penampungan yang dibangun pemerintah.
Namun perfektur Miyagi, Tohoku yang terkena dampak paling parah menolak kalah. Warga dan pemerintah setempat membangun semua dari awal meski penuh duka. Korban selamat perlahan kembali ke lokasi tinggalnya terdahulu. Pekerjaan konstruksi terlihat makin masif di kota yang terletak tepat di pinggir pantai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Stewart yang saat itu sedang tugas belajar di Jepang, menyaksikan sendiri kekuatan tekad warga Tohoku. Tak mudah bagi warga Tohoku untuk seketika bangkit selepas tsunami. Bagi Stewart bukan pemandangan asing melihat warga yang selamat menatap kosong rumah yang telah ambruk, menangis diam-diam akibat kehilangan anggota keluarga, atau tidak melakukan apapun karena bingung.
Saat itu, Stewart yang berasal dari Selandia Baru kembali ke Jepang tiga minggu usai tsunami. Stewart langsung masuk barisan relawan membersihkan sisa bencana, mendistribusikan bantuan, dan berusaha mengembalikan kondisi fisik serta mental warga. Meski merasa sedih, warga berusaha melanjutkan hidupnya dalam diam.
"Hidup harus terus berlanjut," ujar Stewart, yang kembali ke Jepang setelah meninggalkan negara tersebut pada 2013.
Kini hampir satu dekade usai tsunami, Jepang berhasil menyalakan kembali reaktor nuklir milik Tokyo Electric Power (Tepco). Hal yang diperkirakan baru bisa dilaksanakan setelah empat dasawarsa. Pembangunan infrastruktur terus berlanjut dengan menyingkirkan terlebih dulu reruntuhan.
Memperingati 7 tahun usai tsunami, warga Miyagi bergandengan tangan mengenang para korban. Tak sedikit yang menitikkan air mata karena mengenang keluarganya yang hilang. Namun proses berkabung ini tidak membuat warga terpuruk terlalu lama dan bergegas membangun kembali kehidupannya. Indonesia tentu bisa melakukan hal serupa Jepang, yang masih bisa melanjutkan hidupnya meski mengalami permasalahan yang hampir sama.












































