Berbagai Masalah Kejiwaan Bila Cebong-Kampret Tak Berhenti Saling Bully

Berbagai Masalah Kejiwaan Bila Cebong-Kampret Tak Berhenti Saling Bully

Rosmha Widiyani - detikHealth
Senin, 22 Apr 2019 07:38 WIB
Berbagai Masalah Kejiwaan Bila Cebong-Kampret Tak Berhenti Saling Bully
Kampanye Paslon 02 Prabowo-Sandi. Foto: Usman Hadi/detikcom
Jakarta - Penghitungan perolehan suara usai Pemilihan Umum (Pemilu) pada (17/4/2019) lalu memang belum usai. Namun kedua kubu pasangan calon (paslon) 01 dan 02 sudah mengklaim kemenangan yang berujung saling bully antar pendukung.

Menanggapi kondisi ini, psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menyarankan tindak saling bully segera dihentikan. Korban bully yang melampaui batas toleransi bisa mengalami frustasi.

"Risiko frustasi pada korban bully ada dalam teori frustasi agresi. Korban bully yang mengalami frustasi bisa melakukan tindakan agresi untuk menyalurkan emosi dan perasaannya," kata Reza pada detikHealth, Minggu (21/4/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Agresi diartikan sebagai sebagai tingkah laku yang disengaja dengan tujuan mencelakakan individu atau lingkungan sekitar. Kecenderungan melakukan tindak agresi disebut dengan agresivitas. Agresi selama ini identik dengan tindak kekerasan yang melanggar hukum dan bersifat merusak (destruktif).

Namun menurut Reza, agresi sebetulnya bisa dilakukan melalui pendekatan yang bersifat membangun (konstruktif). Salah satunya menyalurkan energi kemarahan melalui tindakan yang berdampak baik untuk kesehatan dan lingkungan sekitar, misal olahraga bersama.

(Rosmha Widiyani/up)
Gangguan Jiwa Usai Pemilu
17 Konten
Tahapan penting pemilu memang sudah terlaksana. Namun hingar-bingar pesta demokrasi justru makin panas dalam proses penghitungan suara. Saling nyinyir di media sosial sangat mungkin meningkatkan risiko gangguan jiwa ringan hingga berat.

Berita Terkait