Seperti yang dilakukan mahasiswa bersama dosen dari Swiss German University (SGU) yang mengembangkan tangan bioniknya sendiri. Yaitu sebuah teknologi yang bisa disebut tangan robot yang bisa digerakkan sesuai keinginan pengguna.
Ditemui detikHealth, dosen jurusan Mekatronika di SGU, Dr Eka Budiarto, ST, MSc mengungkapkan bahwa alasan membimbing mahasiswanya mengembangkan tangan bionik ini untuk membantu teman-teman disabilitas yang membutuhkan.
Tidak mudah dan memakan waktu yang tidak sebentar, Eka bersama mahasiswanya merancang mulai dari model dan material tangan bioniknya hingga sensor dan bahasa pemrograman. Kegagalan seakan sudah menjadi teman. Namun Eka mengaku pantang menyerah hingga akhirnya bisa menyelesaikan tangan bionik asli Indonesia.
"Gagal? Banyak haha. Pertama metodenya pakai apa ya? Metodenya pakai yang gampang tapi akurasinya jelek banget, kadang berhasil kadang nggak. (Yang awal) namanya (metode) PCA (principal component analysis), kalau itu data dikumpulkan, seperti mengepal, menunjuk, itu dikumpulkan sinyal-sinyalnya kemudian diproses. Cuma itu kurang bagus. Sampai kita menemukan neural network itu lebih bagus, datanya sama tapi setiap kali ada data baru dia improve," jelasnya kepada detikHealth saat ditemui di SGU, Tangerang, Jumat (16/8/2019).
Cara kerja tangan bionik ini bergantung pada sinyal-sinyal listrik otot yang ditangkap oleh sensor yang menggunakan teknologi surface electromyography (sEMG). Untuk menginterpretasikan sinyal-sinyal listrik otot yang ditangkap sensor, Eka menggunakan beberapa teknik, mulai dari PCA (principal component analysis), meningkat menjadi ANN (artificial neural network), hingga yang lebih canggih CNN (convolutional neural network).
Hingga kini, sudah ada tiga model tangan bionik yang dikembangkan. Mulai dari yang tidak bisa menggenggam sempurna karena keterbatasan material, hingga model ketiga yang gerakannya lebih fleksibel.
"Sambil itu kita berpikir tangan ini kurang bagus karena cuma pakai tali. Jadi kita buat yang lebih bagus, kemarin akurasinya masih di 80 persen, sekarang akurasinya bisa 90-an persen lebih. Desain mekaniknya baru," imbuh Eka.
Menurut Eka, butuh waktu sekitar dua tahun untuk mengembangkan tangan bionik hingga sudah memiliki pengembangan tiga model saat ini. Namun tidak sampai di sini, Eka dan para mahasiswanya akan terus mengembangkan tangan bionik ini hingga mencapai kesempurnaan dan dapat digunakan oleh orang banyak.
"Harapannya suatu saat kita punya yang betul-betul sudah enak gitu," tutupnya.
Simak Video "Perjuangan Ketut Budiarsa, Disabilitas Tulang Rapuh di Bali "
[Gambas:Video 20detik]
(wdw/up)