"Dari segi keilmuwan kami memang sudah membayangkan betapa akan meningkatnya kasus trauma dan dari perhimpunan kami memang cukup disibukkan karena banyak yang mengalami trauma," tuturnya kepada media melalui teleconference, Kamis (3/10/2019).
"Tapi yang perlu kita ingat bukan hanya pendatang yang mengalami trauma tetapi dari orang asli Papua sendiri pun ada yang dievakuasi karena mereka merasa tidak aman di tempat mereka," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, pendekatan untuk penanganan memang tidak mudah karena isunya sangat sensitif. Hal sederhana seperti menggunakan kata "pendatang" dan "orang asli Papua" pada saat memberikan pelayanan akan terkesan menciptakan jarak.
"Dalam penanganan trauma perlu diperhatikan sendiri pelayanan dan pelayanan yang diberikan kepada mereka tetap sama. Kejadian di Wamena kita harus membagi perasaan, jangan sampai terprovokasi. kita nggak sendiri kok. kita merasakan kesedihan yang sama," tambahnya.
Sebelumnya Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Anung Sugihantono mengatakan Kementerian Kesehatan telah menurunkan tim trauma healing untuk memberikan pelayanan psikologis yang intensif kepada korban khususnya pada anak dan remaja yang sangat rentan mengalami tekanan.
"Kita memberikan pelayanan bukan hanya kepada mereka yang sakit dan atau dirawat tetapi juga kepada masyarakat yang mengalami, menyaksikan dan melihat tetapi tidak memerlukan perawatan kesehatan secara fisik," pungkas Anung.
(kna/fds)











































