Menurut Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, penyesuaian iuran belum jadi jawaban semua masalah. Kenaikan seharusnya diikuti sejumlah hal misal peningkatan kepesertaan, perbaikan layanan, dan pembayaran tunggakan iuran.
"Ingat kita punya carry over utang dari 2018-2019 sebesar Rp 9,15 triliun. Selain itu, peningkatan ini mungkin hanya menutup peluang defisit sebesar Rp 13 triliun dari total Rp 32 triliun. Artinya, kenaikan iuran harus disertai perbaikan lain supaya tidak defisit atau berhutang," kata Timboel pada detikcom, Rabu (30/10/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Ada obat yang tidak ada di Fornas
Masalah pertama adalah adanya obat yang dikeluarkan dari Formularium Nasional (Fornas) sehingga tidak lagi ditanggung pemerintah. Timboel menyebut trastuzumab sebagai contoh obat yang mungkin ditendang dari Fornas, setelah sempat dikeluarkan lalu kembali ditanggung BPJS Kesehatan.
"Trastuzumab diberikan pada pasien HER2 positif pada stadium lanjut. Obat ini seharusnya tetap diberikan dan ditanggung pemerintah, karena tiap peserta berhak mendapat pengobatan terbaik," ujar Timboel.
Selain itu, obat kanker usus besar (kolorektal) Bevacizumab dan Cetuximab kemungkinan juga belum ditanggung BPJS Kesehatan.
2. Peserta malas bayar
Akar masalah ini adalah utang yang berdampak buruk pada layanan rumah sakit. Peserta yang tidak merasakan manfaat akhirnya malas bayar dan memilih non aktif. Jika benar terjadi, hal ini bisa berdampak pada besarnya defisit yang kembali terjadi pada BPJS Kesehatan.
"Karena itu, utang yang ada harus diselesaikan jadi pada 2020 bisa nol. Dengan utang yang dibayar, rumah sakit bisa memperbaiki layanan sehingga tidak terlalu antri. Kalau masih antri, jangan-jangan peserta yang merupakan pemberi kerja atau pekerja tak merasakan manfaatnya," kata Timboel.
3. Belum menanggung korban tindak pidana
Kondisi keuangan yang belum sempurna berisiko mengakibatkan pemerintah urung menghapus pasal 52 ayat (1r) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018. Dalam aturan ini, korban tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, terorisme, dan perdagangan orang tidak dijamin Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
(fds/fds)











































