Pemkab Garut melaporkan status kesehatan pasien positif COVID-19 pertama (KC-1) yang sudah diisolasi lebih dari sebulan. Sempat dinyatakan negatif, ternyata virus Corona masih bersarang di tubuh KC-1.
Menurut Wakil Bupati Garut Helmi Budiman, KC-1 dinyatakan negatif COVID-19 setelah 14 hari menjalani isolasi. Namun ketika menjalani tes swab lagi pada beberapa hari kemudian, KC-1 dilaporkan kembali positif.
"Dites yang kedua itu, hasilnya positif lagi. Padahal tes swab sebelumnya dinyatakan negatif," kata Helmi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenapa seseorang bisa positif lagi setelah sembuh dari virus Corona COVID-19?
Ada beberapa kemungkinan seseorang mendapatkan hasil positif lebih dari sekali. Kemungkinan pertama, tes yang dilakukan memberikan hasil yang kurang akurat, baik false positive maupun false negative.
Kemungkinan lain adalah reinfeksi, yakni kembali terinfeksi setelah sebelumnya dinyatakan sembuh. Kriteria sembuh yang dipakai saat ini adalah mendapatkan hasil negatif dalam 2 kali pemeriksaan. Jika kemungkinan ini yang terjadi, maka berarti imunitas atau kekebalan tidak terbentuk.
Selain itu, ada juga kemungkinan reinfeksi. Ini terjadi ketika virus belum benar-benar hilang dari tubuh pasien, namun tidak terdeteksi dalam tes terakhir sehingga didapat hasil negatif. Pada kondisi tertentu, virus yang tersisa mengalami reaktivasi.
Menurut Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof Amin Soebandrio, reaktivasi virus Corona memang bisa saja terjadi, tetapi cukup sulit bila harus dinyatakan dalam hitungan peluang kemungkinannya.
"Sulit dinyatakan persentasenya, karena tes apa pun termasuk tes PCR (Polymerase Chain Reaction) itu ada batas deteksinya, kata Prof Amin beberapa waktu lalu.
"Misalnya dia bisa mendeteksi sepuluh virus per mililiter nah kalau virusnya ada di bawah itu dan sedikit sekali itu bisa tidak terdeteksi, tapi bukan berarti hilang sama sekali," lanjutnya.
Kemungkinan terjadinya reaktivasi menurut Prof Amin tak semudah yang dibayangkan. Ada banyak faktor yang berpengaruh, salah satunya sistem kekebalan tubuh.
"Kalau lingkungan (imunitas) memungkinkan membuat virus yang sedikit itu menjadi berkembang, bisa terjadi reaktivasi. Jadi tergantung keseimbangan antara si virus dengan sistem kekebalan tubuh si orangnya," tuturnya.
(up/up)












































