Studi Sebut Pasien Reinfeksi COVID-19 Bisa Terinfeksi Lebih Parah

Studi Sebut Pasien Reinfeksi COVID-19 Bisa Terinfeksi Lebih Parah

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Selasa, 13 Okt 2020 12:36 WIB
Studi Sebut Pasien Reinfeksi COVID-19 Bisa Terinfeksi Lebih Parah
Ilustrasi virus Corona. (Foto: iStock)
Jakarta -

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases pada Selasa (13/10/2020) mengatakan bahwa pasien COVID-19 bisa mengalami infeksi yang lebih parah saat terinfeksi kedua kalinya.

Dalam studi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada jaminan kekebalan tubuh di masa depan untuk orang yang sudah pernah terpapar virus Corona. Penelitian ini mengambil sampel di Amerika Serikat (AS), yang saat ini menjadi negara dengan kasus Corona terbanyak di dunia.

Salah satunya terjadi pada pasien pria berusia 25 tahun asal Nevada. Ia terinfeksi dua varian SARS-CoV-2 yang berbeda dalam jangka waktu 48 hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ternyata infeksi kedua yang dialami pria tersebut lebih parah daripada yang pertama. Hal ini membuatnya harus dirawat di rumah sakit dengan alat bantu oksigen.

Di dalam studi tersebut juga mencatat empat kasus reinfeksi lainnya yang telah dikonfirmasi secara global, yang terjadi di Belgia, Belanda, Hong Kong, dan Ekuador.

ADVERTISEMENT

Para ahli mengatakan adanya reinfeksi ini bisa berdampak besar pada bagaimana dunia berjuang melalui pandemi, termasuk dengan penemuan vaksin.

"Kemungkinan infeksi ulang bisa memiliki implikasi yang signifikan terhadap pemahaman kita tentang kekebalan COVID-19, terutama di saat belum adanya vaksin yang efektif saat ini," jelas Mark Pandori peneliti dari Laboratorium Kesehatan Masyarakat Negara Bagian Nevada sekaligus penulis studi, dikutip dari France24, Selasa (13/10/2020).

"Kami membutuhkan lebih banyak penelitian untuk memahami berapa lama kekebalan bisa bertahan pada orang yang terpapar SARS-CoV-2 dan kenapa beberapa dari kasus reinfeksi bisa menjadi lebih parah, meski jarang ditemukan," lanjutnya.

Para penulis mengatakan, pasien di AS bisa saja terpapar virus dalam dosis yang sangat tinggi untuk kedua kalinya, dan memicu reaksi yang lebih akut. Atau mungkin jenis virus yang menginfeksi lebih ganas.

Meski begitu, para peneliti menunjukkan bahwa reinfeksi masih sangat jarang ditemukan. Tetapi karena banyak kasus yang tidak bergejala atau asimtomatik, jadi agak sulit mengetahui apakah kasus COVID-19 itu infeksi pertama atau kedua.




(sao/up)

Berita Terkait