Kejadian reinfeksi COVID-19 kembali dilaporkan terjadi di sejumlah negara. Kali ini dialami oleh pasien berusia 25 tahun asal Nevada, Amerika Serikat.
Saat terinfeksi kedua kalinya, pasien ini mengalami gejala yang lebih parah dari sebelumnya. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan respons kekebalan atau antibodi yang didapatkan pasien sembuh COVID-19.
Dalam sebuah penelitian, ilmuwan telah memperhatikan orang dengan gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali, cenderung memiliki respons kekebalan yang lebih lemah terhadap COVID-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka yang pulih di rumah tanpa perawatan di rumah sakit cenderung memiliki jumlah antibodi tidak terlalu tinggi," kata Dr Otto Yang dari UCLA dalam studi yang dipublikasikan di jurnal The New England Journal of Medicine.
Penelitian lain yang lakukan oleh Icahn School of Medicine di Mt. Sinai di New York yang mengamati 20 ribu pasien COVID-19 gejala ringan-sedang menemukan 90% dari orang-orang itu memiliki respons antibodi yang bertahan setidaknya tiga bulan.
Hanya saja sampai saat ini para peneliti masih terus mencoba untuk mempelajari dan memahami terkait berapa lamanya antibodi virus Corona bisa bertahan. Hal ini berguna untuk menjaga tubuh dari virus tersebut.
"Kami masih harus belajar tentang virus ini dan (jumlah) kekebalan yang kami butuhkan untuk melindungi diri dari virus ini," lanjutnya.
(kna/up)











































