Afrika Selatan baru-baru ini mengumumkan adanya varian atau mutasi baru COVID-19 yang memicu lonjakan infeksi dan jumlah pasien yang meninggal di sana.
Pejabat kesehatan dan peneliti di Afrika Selatan menamai varian baru itu dengan 501.V2. Dari penelusuran, sebagian besar kasus COVID-19 di negara itu tertular mutasi tersebut.
"Ini masih sangat awal, tetapi pada tahap ini, data awal menunjukkan virus yang sekarang mendominasi gelombang kedua dan menyebar lebih cepat daripada gelombang pertama," kata Profesor Salim Abdool Karim, ketua Komite Penasihat Kementerian pemerintah, dikutip dari AP News.
Afrika Selatan diprediksi akan melihat lebih banyak kasus akibat mutasi tersebut. Tercatat saat ini ada lebih dari 8.500 orang yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19, melampaui sebelumnya yakni 8.300 orang yang tercatat pada bulan Agustus lalu.
Menanggapi lonjakan kasus COVID-19, pemerintah Afrika Selatan telah memberlakukan penguncian yang lebih ketat.
Rata-rata kasus baru setiap hari di Afrika Selatan meningkat lebih dari dua kali lipat selama dua minggu terakhir, dari 6,47 kasus baru per 100.000 orang pada 6 Desember menjadi 14,68 kasus baru per 100.000 orang pada 20 Desember.
Jumlah kematian juga meningkat. meningkat dengan rata-rata kematian harian di Afrika Selatan meningkat dari 0,18 kematian per 100.000 orang pada 6 Desember menjadi 0,34 kematian per 100.000 orang pada 20 Desember.
Mutasi baru ini, yang berbeda dengan yang ada di Inggris, tampaknya lebih menular daripada virus aslinya. Ilmuwan Afrika Selatan sedang mempelajari apakah vaksin untuk COVID-19 juga akan menawarkan perlindungan terhadap strain baru.
(kna/naf)