Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut banyak negara kaya yang bermuka dua soal suplai vaksin COVID-19. Di hadapan dunia internasional mengaku mendukung pembagian yang adil, namun di belakang terus menumpuk suplai dengan melakukan pembelian langsung.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan seharusnya distribusi berbagai suplai vaksin COVID-19 dilakukan lewat program COVAX. Nantinya COVAX yang membagikan jatah vaksin untuk tiap negara sehingga proses vaksinasi di seluruh dunia dapat berjalan beriringan.
"Kami minta semua negara menghormati kontrak COVAX dan tidak menyainginya. Beberapa negara ada yang terus melakukan perjanjian bilateral (pembelian vaksin -red) sementara negara lain ada yang sama sekali tidak punya vaksin," kata Tedros seperti dikutip dari situs resmi WHO, Rabu (24/2/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami terus mendengar negara-negara kaya memberikan dukungan untuk COVAX di depan publik, tapi diam-diam membuat kontrak yang melawan hal tersebut dengan menawarkan harga lebih mahal (pada produsen) sehingga mengurangi jumlah dosis yang bisa dibeli COVAX," lanjutnya.
Tedros menjelaskan sangat penting bagi program vaksinasi dilakukan bersamaan di seluruh dunia untuk menutup potensi munculnya varian-varian virus Corona baru.
Varian bisa muncul bila ada suatu daerah yang kasus penularannya tidak terkendali. Bila varian ini kemudian menyebar luas dan ternyata lebih resistan terhadap vaksin, maka ada kemungkinan proses vaksinasi perlu diulang sehingga pandemi makin panjang.
"Saya harap negara-negara kaya menyadari semakin banyak mereka membuat perjanjian bilateral (pembelian vaksin), maka semakin banyak jatah dosis vaksin yang diambil dari COVAX sehingga membuat tenaga kesehatan dan populasi rentan di seluruh dunia tidak terlindungi," pungkas Tedros.
(fds/kna)











































