Pada 2 Maret 2020, tepat setahun lalu, presiden Jokowi resmi mengumumkan pasien positif COVID-19 pertama di Indonesia. Baik masyarakat di Indonesia maupun dunia saat itu, belum benar-benar siap mengalami virus corona.
Tak lama dari munculnya kasus positif di Indonesia, WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Pengumuman itu diungkap Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus Kepala World Health Organization (WHO) pada 11 Maret 2020.
Ketidaksiapan menghadapi pandemi ini ditandai dengan berbagai kabar yang simpang siur, khususnya mengenai penggunaan masker.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masker pada saat itu menjadi perbincangan yang pelik, apakah perlu digunakan atau tidak? Sempat dianjurkan tak pakai masker, begini kilas balik penggunaan masker.
Masker awalnya untuk pasien sakit
Di awal pandemi COVID-19 masuk Indonesia, hingga kasus pertama diumumkan, penggunaan masker selain oleh pasien dan tenaga kesehatan memang tidak disarankan.
Kebijakan ini mengikuti saran WHO yang memang memprioritaskan penggunaan masker bagi yang berisiko.
"Karena itu saya menekankan dari WHO mengatakan yang pakai (masker) itu yang sakit, yang kedua yang bekerja di tempat risiko tinggi RS dengan penyakit infeksi, di ICU pun kalau bukan penyakit menular nggak pakai mereka. Sama saja mereka hanya cuci tangan, atau di kamar operasi. Jadi semua di tempat-tempat yang berisiko pakai masker," sebut Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto, Senin (17/2/2020).
"Yang tidak berisiko, masyarakat sehat tidak perlu pakai masker," tegasnya saat itu.
Masker langka dan mahal
Siapa sangka, anjuran tersebut lantas berubah. Hal ini dikarenakan para pakar pun masih mempelajari COVID-19, virus Corona yang kala itu masih diberi nama n-CoV 2019.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) dan WHO mengeluarkan rekomendasi baru, masker perlu dipakai untuk mencegah orang sakit karena Corona. Namun akibatnya, masker menjadi barang langka dan dijual mahal di beberapa e-commerce.
Harga masker N95 sempat naik gila-gilaan di awal pandemi. Foto: infografis detikHealth |
Masker kain naik pamor
Imbas kelangkaan masker, CDC dan WHO mengimbau masyarakat menggunakan masker kain. Sebab, masker medis lebih disarankan untuk para tenaga kesehatan, terlebih saat berada di zona risiko COVID-19.
George Rutherford, MD epidemolog University of California San Fransisco (UCSF) mengatakan bahwa himbauan CDC masuk akal mengingat terbatasnya persediaan masker. Ia menambahkan, masker bedah dan N95 harus disimpan untuk petugas kesehatan.
Larangan masker scuba di KRL
Saat masker kain ngehits, jenis masker scuba paling banyak diminati. Tidak lain tidak bukan karena bahannya yang cenderung tipis dan membuat beberapa orang seperti lebih 'lega' bernapas saat memakai masker jenis scuba.
Ada pro kontra di balik penggunaan masker scuba hingga akhirnya dilarang mengenakan jenis masker ini bagi para pengguna KRL.
"Masker kain 2-3 lapis dan masker kesehatan mengurangi penyebaran droplet yang masih mungkin terjadi," jelas VP Corporate Communications PT KCI, Anne Purba, saat dikonfirmasi, Selasa (15/9/2020).
SNI untuk masker
Imbas aturan masker yang benar dan paling aman kerap berubah dan begitu banyak jenisnya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait masker kain.
Berdasarkan standar SNI, masker kain harus terdiri dari minimal dua lapis kain. Namun, aturan ini tidak lantas mewajibkan semua produsen masker kain mengikuti ketentuan SNI yang ditetapkan BSN.
"Saat ini SNI Masker dari Kain bersifat sukarela, yang artinya produsen masker tidak wajib memproduksi masker sesuai SNI tersebut dan tidak wajib untuk di sertifikasi," sebut Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kerja Sama, dan Layanan Informasi BSN, Zul Amri, kepada detikcom Jumat (25/9/2020).
Disarankan masker kain tiga lapis
Juru Bicara Satgas Penganan COVID-29 saat itu, dr Reisa Broto Asmoro, menjelaskan masker kain yang direkomendasikan memiliki tiga lapisan. Tiga lapisan yang direkomendasikan adalah seperti berikut.
- Lapisan dalam berupa bahan penyerap seperti katun
- Lapisan tengah berupa bahan tanpa tenun seperti polipropilena
- Lapisan luar berupa bahan yang tidak mudah menyerap air seperti poliester.
Anjuran pakai masker rangkap
Masker rangkap dianjurkan oleh CDC dan dapat menurunkan risiko penularan hingga 90 persen. Disampaikan Juru Bicara Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito penggunaannya seperti ini:
- Hindari masker yang memiliki katup udara karena berpotensi menjadi celah masuknya virus
- Hindari menggunakan dua masker medis secara bersamaan
- Masker KN95 sebaiknya tidak dirangkap dengan masker lain.
Giliran tali masker jadi kontroversi
Tren sekarang ini adalah penggunaan tali masker. Namun, penggunaan tali masker ini tidak dianjurkan oleh Satgas Penanganan COVID-19 karena berpotensi menyebarkan virus corona.
"Pemakaian kalung pada tali masker sebenarnya berpeluang mengurangi higienitas karena masker pada bagian sisi dalam habis dipakai sudah terkontaminasi droplet saat bicara atau batuk ataupun udara hasil hela napas yang kotor," beber Prof Wiku, Kamis (25/2/2021).
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)












































