Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua, Jawa Barat (Jabar), melaporkan sepanjang bulan Januari-Februari 2021 sudah ada 14 anak yang dirawat karena mengalami kecanduan gawai. Sementara sepanjang tahun 2020 total ada 98 anak yang dirawat dengan kondisi serupa.
"Mereka murni gangguan adiksi gawai, jadi yang dominan itu kecanduan internet di antaranya adiksi games," ungkap Direktur Utama RSJ Cisarua Elly Marliyani pada detikcom, Selasa (16/3/2021).
Ahli kesehatan jiwa dr Lahargo Kembaren, SPKJ, dari RS Siloam Bogor menjelaskan bahwa dampak buruk kecanduan gawai dapat dilihat dari tanda-tandanya. Seseorang yang kecanduan gawai berkaitan dengan internet atau game akan sulit mengendalikan keinginannya menggunakan gawai sampai mengganggu fungsi sehari-hari.
"Misalnya bolos kelas, penurunan prestasi sekolah, dan tidur menjadi berkurang. Anak dan remaja lebih rentan mengalami kecanduan internet karena rasa ingin tahu yang sangat besar dan bagian otak yang berfungsi untuk mengendalikan perilaku masih dalam proses perkembangan," papar dr Lahargo.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah mengakui kecanduan game sebagai gangguan mental. Seseorang dikatakan kecanduan bila kondisi negatif yang dialaminya sudah berlangsung minimal selama 12 bulan.
"Pasien yang kecanduan bermain game itu, lebih mementingkan game-nya dari pada melakukan hal postif lainnya. Kalau anak-anak kan harusnya belajar tapi itu diabaikan," kata ahli kesehatan jiwa anak dan remaja, dr Lina Budiyanti, beberapa waktu lalu.
Beberapa pasien anak mengatakan bisa main game lebih dari 6 jam perhari. Jika tidak main game, mereka akan merasa cemas. "Cemas itu karena tidak bermain game atau game yang membuatnya cemas, seperti lingkaran setan," pungkasnya.
Simak Video "Stigma Anak 'Broken Home'"
[Gambas:Video 20detik]
(fds/fds)