Beratnya menjalani pengobatan tuberkulosis (TB atau TBC) dirasakan sendiri oleh dokter sekaligus influencer Tirta Mandira Hudhi. Pria yang akrab disapa dr Tirta ini pernah terinfeksi tuberkulosis semasa kecil.
Kepada wartawan, dr Tirta membagikan perjuangannya hidup dengan riwayat TBC. Akibat TBC yang dialaminya semasa masih duduk di Sekolah Dasar, imunitas tubuhnya tak bia kembali pulih seratus persen. Hingga kini, beragam penyakit pernapasan (ISPA) telah dialaminya.
"Saya dulu sampai pernah menyalahkan Tuhan. Kenapa saya doang yang kena? Apa karena saya miskin?" ujarnya dalam talkshow peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia, Kamis (25/3/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjuangannya kian berat lantaran TBC membuatnya dirundung. Mulai dari dijauhi banyak orang karena takut tertular, sampai dicemooh teman-teman sepermainan karena giginya yang kuning karena konsumsi obat.
Meski begitu, dr Tirta melihat ada hal yang harus ia syukuri di balik pengalamannya itu.
"Pertama, TB membuat kita spesial karena kita memiliki antibodi setelah sembuh. Kita diajari bagaimana minum obat terus-terusan" ujarnya.
Ia menekankan, upaya pengatasan TBC di Indonesia sebenarnya perlu dimulai dari edukasi kepada para orangtua. Pasalnya, amat besar potensi TBC pada anak justru ditularkan oleh orangtua.
Ia menyayangkan, akibat orangtua tak melakukan penanganan tepat, anak menjadi korbannya. Padahal dengan penanganan yang tepat, TBC bisa disembuhkan. Ia pun menyebut, bisa sembuh setelah menjalani pengobatan selama 1,5 tahun.
"Dari TB, kita mengerti bahwa prevent (mencegah) itu yang utama. Namun membahas keegoisan orangtua, itu jarang banget" imbuhnya.
Bagaimana dr Tirta membandingkan TBC dengan COVID-19? Simak halaman berikut.
Ia mengingatkan, gejala TBC bisa dikenali agar pengidap bisa mendapatkan penanganan yang tepat dan sedini mungkin. Umumnya, gejala yang penting untuk dicurigai sebagai TBC adalah tubuh sering berkeringat di atas pukul 18.00, batuk selama minimal 2 minggu, dan berat badan menurun drastis.
Terakhir dr Tirta menjelaskan, perjuangan pengidap TBC di tengah pandemi COVID-19 justru semakin berat. Pasalnya, masyarakat tak paham jelas perbedaan gejala TBC dengan COVID19.
"Kalau dibandingkan sama COVID, kita lihat dua-duanya berbahaya. Kita tidak bisa melihat ini penyakit yang tinggal dikontrol, ini lebih hebat" ujarnya.
Simak Video "Video: PR Dinkes Jakarta Temukan 70 Ribu Kasus TBC hingga Akhir 2025 "
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/up)











































