Studi: Pria Lebih Rentan Terinfeksi 'Jamur Hitam' yang Mematikan

Studi: Pria Lebih Rentan Terinfeksi 'Jamur Hitam' yang Mematikan

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Senin, 24 Mei 2021 20:00 WIB
Studi: Pria Lebih Rentan Terinfeksi Jamur Hitam yang Mematikan
Foto: AP Photo/Mahesh Kumar A
Jakarta -

Sebuah studi mengungkap pria lebih rentan terinfeksi oleh mukormikosis atau penyakit 'jamur hitam', infeksi yang saat ini banyak terjadi di India.

Penelitian berjudul 'Mucormycosis in COVID-19: A systematic review of cases reported worldwide and in India' ini meninjau 101 kasus pasien COVID-19 yang terinfeksi mukormikosis, infeksi jamur langka yang serius.

Para peneliti menemukan bahwa 79 dari mereka yang terinfeksi jamur hitam adalah pria. Diabetes melitus dilaporkan sebagai faktor risiko terbanyak dengan 83 dari 101 pasien mengidapnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keterkaitan kematian dan keparahan pasien diabetes dengan COVID-19 ditemukan lebih tinggi dalam penelitian tersebut.

Dikutip dari Indian Express, studi tersebut mencatat 31 dari 101 meninggal akibat infeksi jamur hitam.

ADVERTISEMENT

Dr Shashank Joshi, juga seorang ahli endokrin, mengatakan mereka mempelajari pengobatan apa yang paling banyak dikonsumsi pasien mukormikosis untuk COVID-19. Sebanyak 76 pasien memiliki riwayat kortikosteroid yang digunakan sebagai imunosupresan, 21 diberikan remdesivir dan empat tocilizumab.

Mucormycosis dapat mempengaruhi hidung, sinus, sistem saraf pusat, paru-paru, saluran pencernaan, kulit, tulang rahang, persendian, jantung dan ginjal. Studi tersebut menunjukkan bahwa dalam kebanyakan kasus, lebih dari 89, pertumbuhan jamur ditemukan di hidung dan sinus. Ini bisa jadi karena Covid-19 paling memengaruhi sistem pernapasan.

Studi tersebut juga menemukan bahwa spora jamur Mucorales menyebar pada penderita Covid-19 dengan oksigen rendah (hipoksia) dan glukosa tinggi. Dikatakan bahwa prevalensi global sementara dari infeksi jamur ini adalah 0,005 hingga 1,7 per juta populasi. Di India, ini 80 kali lebih tinggi karena populasi diabetes yang lebih tinggi.




(kna/up)

Berita Terkait