Ternyata Ini Alasan Warga +62 Masih Banyak yang Ogah Divaksin COVID-19

Ternyata Ini Alasan Warga +62 Masih Banyak yang Ogah Divaksin COVID-19

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Senin, 07 Jun 2021 08:03 WIB
Ternyata Ini Alasan Warga +62 Masih Banyak yang Ogah Divaksin COVID-19
Penyebaran hoaks di balik rendahnya cakupan vaksinasi COVID-19. (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta -

Program vaksinasi Corona di Indonesia sudah berjalan sekitar 5 bulan. Namun dalam berjalannya waktu masih banyak masyarakat yang ragu mendapatkan vaksin.

Pemerhati imunisasi Dr Julitasari Sundoro, mengatakan penyebaran hoaks terkait vaksin COVID-19 sangat merugikan program vaksinasi yang tengah dijalankan pemerintah sehingga berimbas pada rendahnya imunisasi.

"Hal ini merugikan program vaksinasi, sehingga berimbas pada rendahnya cakupan vaksinasi, tidak hanya vaksinasi Covid-19," kata Julitasari dalam keterangan resmi KPCPEN dan ditulis Senin (7/6/2021).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beredarnya hoaks seputar vaksin membuat banyak warga yang akhirnya ogah mendapat suntikan. Julitasari meminta masyarakat untuk mendapatkan penjelasan dari institusi yang kredibel dan terpercaya dalam kaitannya dengan informasi vaksin COVID-19, seperti Kementerian Kesehatan dan Kominfo.

"Masyarakat jangan menelan mentah-mentah suatu berita dan informasi. Kita harus cek kembali kalau ragu dan tidak langsung menyebarkannya," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Keraguan masyarakat juga muncul akibat banyaknya yang bertanya-tanya terkait kandungan vaksin Corona. Julitasari menerangkan sebenarnya kandungan vaksin COVID-19 ini adalah antigen dari virus SARS-CoV-2, yang diperlukan untuk membentuk antibodi.

"Apabila mendengar ada demam atau bengkak di tempat penyuntikan, itu adalah hal yang biasa saja dalam proses pembentukan antibodi dalam tubuh manusia," jelasnya.

"Reaksi-reaksi ringan akibat divaksinasi itu bisa hilang dalam satu dua hari. Dalam kartu vaksinasi pun sudah diberikan nomor kontak untuk menghubungi apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)," lanjutnya.




(kna/kna)

Berita Terkait