Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah angkat bicara soal kasus 'suntik kosong' di Pluit, Jakarta Utara. Menanggapi kasus tersebut, PPNI bisa mengarahkan teguran nakes di sidang etik jika kronologi proses vaksinasi COVID-19 penyuntikan sudah jelas.
"Kami masih mengecek detail kronologis-nya, mengkroscek lagi keanggotaannya, dan juga berkoordinasi dengan Dinas, Sudinkes, Jakarta Utara maupun di puskesmas wilayah sana," ungkap Harif saat dihubungi detikcom Selasa (10/8/2021).
Harif mengaku sudah berkoordinasi dan menyiapkan data keanggotaan yang bersangkutan jika tersangka nakes terbukti melakukan tindakan tersebut. Ia mengingatkan, para perawat pada umumnya sudah dibekali pendidikan kode etik sehingga mengetahui betul pelaksanaan pelayanan yang seharusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita biasanya kalau yang seperti itu, jalurnya di jalur etika, jalur etika itu ada di tingkat provinsi dan pusat," kata Harif.
"Nah saya juga sudah meminta teman-teman di Majelis Kehormatan Etik Keperawatan (MKEK) pusat supaya berkoordinasi dengan provinsi untuk menyiapkan segala sesuatunya pengambilan data dan lain sebagainya, mana tahu itu nanti berlanjut dengan perlu telaah etika," sambung dia.
Harif tidak mau berkomentar lebih banyak sebelum yang bersangkutan benar terbukti melakukan penyuntikan jarum kosong. Terlebih, motif dari tindakan tersebut juga belum terungkap.
Satu hal yang jelas, bila terbukti benar, kasus tersebut hanya menggambarkan tindakan oknum nakes, bukan secara umum. Harif menyayangkan, kabar tersebut sedikit banyak berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap nakes.
"Tapi kita tidak pernah surut untuk melakukan pertolongan pada orang," tegas Harif.
Motif belum jelas
Harif menyebut para perawat dalam sebuah pelayanan vaksinasi tidak pernah berdiri sendiri. Baik itu atas arahan puskesmas dan pelayanan swasta.
"Kita belum tahu motifnya seperti apa, yang jelas perawat dalam sebuah aksi pemberian vaksinasi itu biasanya tidak berdiri sendiri, dia kan akan tunduk pada satu dalam sistem puskesmas," sebut dia.
"Kalau itu kan pihak swasta yang tidak dilaksanakan oleh puskesmas tapi kan seharusnya dikasih tahu puskesmas. Nah itu kita tidak tahu juga, kalau sudah sampai 500 orang diberikan bodong, berarti kan ada motif di balik itu ya kalau memang itu terbukti," pungkasnya.
(naf/up)











































