Media sosial Twitter kembali dihebohkan dengan unggahan seseorang yang diduga menjadi korban fetish perban mata. Sebelumnya, kasus fetish semacam ini, seperti kain jarik dan jempol kaki juga sempat viral pada 2020 lalu.
Sebenarnya, apa itu fetish dan apakah ada dampaknya untuk kesehatan mental?
Psikolog dan dosen psikologi dari Universitas Indonesia, Dian Wisnuwardhani, MPsi, menjelaskan fetish adalah objek yang bisa membuat seseorang menjadi terangsang secara seksual. Sedangkan fetisisme adalah gangguan penyimpangan seksual yang ditandai dengan fantasi yang disertai dorongan seksual intens dan terjadi secara terus menerus pada diri seseorang.
"Muncul hasrat ingin melakukan hubungan seksual dan kalau dia melihat sebuah benda atau misalnya bagian tubuh yang non-genitalia secara simbolis pada tubuh manusia itu malah membuat dia jadi semakin terangsang," ujar Dian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan yang sama, Alvin Theodorus selaku Co-Founder Tabu.id, akun Instagram yang menyediakan informasi terkait seks dan kesehatan reproduksi, menjelaskan perbedaan antara fetish biasa dengan fetish yang sudah masuk dalam ranah gangguan penyimpangan seksual.
"Biasanya yang kita fokuskan itu perbedaan antara memiliki fetish biasa dengan fetish yang sudah masuk dalam gangguan penyimpangan seksual," kata Alvin.
Menurut Alvin, fetish biasa atau normal merupakan bentuk ketertarikan terhadap objek yang tidak menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Tetapi, jika fetish menyebabkan ketidaknyaman terhadap orang lain, seperti memicu terjadinya pelecehan seksual atau mengumpulkan foto dan video tanpa persetujuan orang lain sudah termasuk bentuk penyimpangan seksual yang harus segera ditangani oleh psikolog atau psikiater.
Apa saja gejalanya?
Dian mengatakan tidak semua orang memiliki fetish. Selain itu, seseorang juga bisa memiliki fetish dengan pasangannya sendiri, asalkan ada kesepakatan dan persetujuan dari satu sama lain.
Orang yang mengalami gangguan fetish umumnya mengalami dorongan perilaku dan fantasi seksual yang berulang selama kurun waktu 6 bulan. Tak hanya itu, orang yang memiliki fetish juga sangat intens melibatkan benda mati atau non genital dalam fantasi seksualnya.
"Jadi minimal 6 bulan dulu, kalau masih baru sebulan masih gejala, kalau sudah lebih dari 6 bulan atau sudah masuk masa 6 bulan berarti mengalami gangguan," pungkasnya.
Apa saja dampak dari fetish ini dan bagaimana mengatasinya? Klik halaman selanjutnya.
Bagaimana dampaknya?
Fantasi dan perilaku seksual fetish yang sudah jadi gangguan dapat menyebabkan tekanan yang signifikan pada seseorang karena bisa mengganggu fungsi sosial. Sebab, orang dengan fetish cenderung sulit mengontrol dorongan seksualnya dan terus menerus memikirkan benda atau objek yang membuatnya terangsang, sehingga tidak bisa bersosialisasi dengan baik.
Selain itu, fetisisme juga bisa menyebabkan gangguan kecemasan saat orang dengan fetish tidak berhasil memenuhi hasrat seksualnya. Gangguan kecemasan ini bisa terjadi berkepanjangan dan menyebabkan stres berlebihan hingga depresi.
Bagaimana cara untuk mengatasinya?
Untuk mengatasi fetish ini bisa dengan melakukan terapi. Namun, sebelum melakukannya penting bagi seseorang yang memiliki fetish untuk menyadari gejala perilaku seksual menyimpang yang ia alami.
"Akui dulu ya, jadi aware dulu dengan apa yang terjadi pada dirinya. Kalau ternyata memang memiliki gejala-gejala seksual menyimpang maka saya [orang yang memiliki fetish] harus segera pergi ke konselor," kata Dina.
Simak Video "Video: Bukan Cuma Plantar Fasciitis, Shin Splint Juga Bahaya Bagi Pelari Pemula"
[Gambas:Video 20detik]
(fds/fds)











































