Praktisi kesehatan dr Putri Widi Saraswati menyebut tes keperawanan tidak berbasis ilmiah. Pasalnya, mengukur keutuhan selaput dara adalah sesuatu yang tidak jelas.
Ia menjelaskan, hymen atau selaput dara pada wanita sangat variatif baik dari segi bentuk, elastisitas, hingga ketebalannya. Sehingga keutuhan selaput dara tidak bisa dijadikan sebagai rujukan seorang wanita perawan atau tidak.
"Variasi ini yang akan membuat ketika saat inspeksi atau melihat pernah ada robekan atau tidak sulit untuk melakukan itu," ujarnya dalam konferensi virtual Change.org, Rabu, (1/9/2021).
Menurut dr Widi yang kini tengah menempuh studi Master of Public Health/International Course in Health Development (MPH/ICHD) di KIT Royal tropical Institute Belanda, fungsi hymen pada wanita sampai saat ini juga belum diketahui.
"Ada teori yang bilang bahwa ketika masih dalam kandungan atau sesaat setelah lahir (fungsi hymen) untuk melindungi vagina saat bayi tapi kemudian di masa dewasa tidak diketahui lagi fungsinya apa," paparnya.
Selain fungsinya yang belum diketahui, robekan yang terjadi pada selaput dara tidak bisa diketahui secara pasti apa penyebabnya.
"Bahkan ada orang yang juga ketika hymennya rusak karena terjatuh atau bersepeda. Ada juga yang sudah berhubungan seksual hymennya tidak robek," terangnya.
Hal ini menunjukkan bahwa utuh atau tidaknya selaput dara seorang wanita tidak bisa menjadi penentu apakah ia sudah pernah berhubungan seksual atau tidak. Sehingga, ia menegaskan bahwa tes keperawanan bukanlah strategi yang tepat.
"Tes keperawanan bukanlah sesuatu yang ilmiah karena mengukur sesuatu yang tidak jelas, sangat variatif, dan kemungkinan melakukan kesalahan, kesimpulannya tidak benar," tegasnya.
Tes keperawanan ini juga dilakukan pada tubuh yang sangat personal. Ia melanjutkan, jika dilihat dari kacamata hak kesehatan seksual dan reproduksi, tes keperawanan adalah pelanggaran terhadap hak seksual dan pelanggaran terhadap integritas tubuh.
Simak Video "Kursi Ajaib!"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)