.webp)
Pada masanya, CT Value kerap dikaitkan dengan tingkat keparahan COVID-19. Ketika hasil RT PCR (Real Time Polymerase Chain Reaction) menunjukkan CT Value di atas nilai tertentu, maka dianggap pasien sudah sembuh.
Sejumlah pakar meluruskan, CT Value saja tidak bisa digunakan dalam menentukan diagnosis. Namun secara teori, CT Value bisa menggambarkan banyak-sedikitnya material genetika virus yang ada di tubuh pasien.
Dokter spesialis patologi klinik RS Universitas Indonesia (RSUI) dr Sri Suryo Adiyanti, SpPK(K), MKes, menjelaskan nilai normal CT Value tidak digunakan untuk diagnosis. Nilai tersebut hanya digunakan secara internal di rumah sakit tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"CT value itu kita masih gunakan berkaitan dengan deteksi laboratorium untuk mendeteksi materi genetik, RT PCR, itu masih kita gunakan," jelas dr Sri dalam webinar RSUI, Senin (11/10/2021).
CT value merupakan titik di mana reaksi mencapai intensitas fluoresens di atas tingkat latar belakang. CT value ini menunjukkan kapan target asam nukleat terdeteksi dalam proses implikasi.
Namun, dalam menentukan apakah seseorang terinfeksi COVID-19 tidak hanya dari CT value. Ada beberapa pertimbangan lainnya, salah satunya kondisi klinis dari orang tersebut.
dr Sri mengatakan dengan melihat CT value yang tinggi bukan berarti bisa langsung mendiagnosis bahwa kondisi si pasien itu berat. Butuh pemeriksaan lainnya, seperti kondisi klinis lainnya.
"Jadi harus dikorelasikan dengan kondisi klinisnya juga. Kadang-kadang pemeriksaan kondisi klinisnya sudah jelas, tapi CT valuenya atau PCR-nya malah negatif. Nah, itu kembali lagi ke kondisi klinisnya bagaimana," pungkasnya.
Seperti yang diketahui, CT value ini didapatkan bergantung pada beberapa hal, seperti metode pengambilan sampel, jumlah materi genetik yang terkandung dalam sampe, metode ekstraksi yang dipakai, dan kit PCR yang digunakan. Untuk itu, diperlukan kehati-hatian dan pertimbangan yang tepat untuk menggunakan CT value sebagai dasar penanganan pasien.
(sao/up)
