Profesor Dame Sarah Gilbert dari University of Oxford merupakan salah satu peneliti yang memelopori pembuatan vaksin COVID-19 AstraZeneca. Kesuksesan Sarah dengan vaksin COVID-19 disebut mendorongnya untuk melanjutkan penelitian membuat 13 vaksin penyakit lain.
Penelitian yang dilakukan tim Profesor Sarah dianggap sebagai terobosan karena membuktikan efektivitas dan keamanan vaksin yang menggunakan platform teknologi viral vector. Vaksin viral vector diketahui memanfaatkan virus yang tidak berbahaya, dalam kasus ini yaitu adenovirus, untuk mengirim materi genetik dari virus target yang akan dikenali oleh imun tubuh.
Selama ini cara konvensional membuat vaksin adalah dengan langsung menggunakan virus target yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Cara seperti ini meski efektif, membutuhkan banyak waktu dan spesifik hanya untuk virus yang jadi target.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dengan teknologi viral vector peneliti bisa cepat mengembangkan vaksin untuk virus lain hanya dengan mengganti materi isi adenovirus. Prof Sarah menggambarkannya seperti adonan kue yang sudah siap, hanya tinggal menyesuaikan 'hiasan'.
"Seperti saat kamu mendekorasi kue," kata Prof Sarah seperti dikutip dari BBC pada Minggu (17/10/2021).
"Kita sudah memiliki adonan kuenya, hanya tinggal memasang buah ceri atau kacang pistacio di atas kue. Kurang lebih seperti itu saat kita menginginkan vaksin untuk penyakit yang berbeda, tinggal diganti pada bagian akhir," lanjutnya.
Prof Sarah mengatakan sudah memiliki target pembuatan vaksin berikutnya setelah COVID-19. Setidaknya ada 13 penyakit yang jadi prioritas karena dianggap berpotensi menyebabkan wabah atau bahkan pandemi. Berikut daftarnya:
- MERS
- Lassa
- Demam hemoragik Krimea-Kongo
- Nipah
- Zika
- Ebola
- Demam Rift Valley
- Chikungunya
- Dengue
- Hantavirus
- Pes
- Marburg
- Demam Q
(fds/up)











































