Tokoh Perang Irak Colin Powell Idap Myeloma, Turunkan Efikasi Vaksin Corona?

ADVERTISEMENT

Tokoh Perang Irak Colin Powell Idap Myeloma, Turunkan Efikasi Vaksin Corona?

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Selasa, 19 Okt 2021 17:00 WIB
FILE - In this Sept. 25, 1991, file photo, Gen. Colin Powell, chairman of the Joint Chiefs of Staff, speaks on Capitol Hill in Washington, at a House Armed Services subcommittee. Powell, former Joint Chiefs chairman and secretary of state, has died from COVID-19 complications. In an announcement on social media Monday, the family said Powell had been fully vaccinated. He was 84.  (AP Photo/Marcy Nighswander, File)
Foto: AP/Marcy Nighswander
Jakarta -

Mantan Menteri Luar Negeri AS Colin Powell meninggal dunia akibat komplikasi COVID-19 meski sudah divaksinasi lengkap. Diyakini, riwayat mengidap salah satu kanker darah, yaitu multiple myeloma, dan treatment yang dijalaninya mempengaruhi efikasi vaksin.

"Kami telah kehilangan suami, ayah, kakek, dan orang Amerika yang luar biasa dan penyayang," kata keluarga itu dalam sebuah pernyataan, berterima kasih kepada staf di Walter Reed Medical Center atas perawatan mereka.

Sebelum meninggal di usianya ke-84 tahun, mantan perwira petinggi militer tersebut juga sudah menerima vaksinasi COVID-19 lengkap.

Sebenarnya, seberapa efektif vaksin COVID-19 terhadap pengidap multiple myeloma?

Sebuah studi baru menyoroti kerentanan beberapa pasien myeloma terhadap virus Corona. Studi tersebut mengungkapkan bahwa pasien COVID-19 memproduksi lebih sedikit antibodi penetralisir sebagai respons terhadap vaksin dan memiliki respons yang lemah dari sel-T sistem kekebalan.

Saat antibodi menyerang virus yang menyebar di dalam tubuh, sel-T justru akan menyerang sel yang telah terinfeksi. Sel-T tersebut juga menghasilkan sinyal penting yang mengarah pada respons imun lain dalam membatasi tingkat infeksi.

Dikutip dari Reuters, studi tersebut meneliti 44 pasien dengan myeloma yang telah divaksinasi lengkap dengan vaksin Pfizer dan Moderna. Hasilnya, mereka memiliki respons antibodi yang rendah atau bahkan tidak sama sekali terhadap antibodi yang diberikan vaksin Corona.

Selain itu, laporan tersebut juga menunjukkan tidak adanya sel-T yang bisa membantu melindungi mereka dari infeksi COVID-19 yang parah.

"Kurangnya respons sel-T yang tak terduga, ditambah dengan tidak adanya antibodi setelah vaksinasi SARS-CoV-2, itu menjadi perhatian," kata pemimpin studi Dr Samir Parekh dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York City.

Maka dari itu, para peneliti mengatakan perlunya tes darah. Ini berfungsi untuk memantau respons imun pada pasien setelah vaksinasi COVID-19, seperti yang dialami Colin Powell.



Simak Video "Dugaan Motif Ilmuwan Penemu Vaksin Covid-19 Dibunuh"
[Gambas:Video 20detik]
(sao/up)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT