Kasus virus Corona (COVID-19) varian baru Omicron B.1.1.529 mulai terdeteksi di berbagai negara. Namun di Indonesia hingga saat ini belum ada laporan terkait temuan Omicron.
Juru bicara RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto, SpPK menilai belum adanya laporan Omicron bukan berarti Indonesia bebas dari varian baru itu. Dia meminta masyarakat tetap waspada.
"Yang belum melaporkan, bukan berarti bebas dari kasus Omicron. Bisa saja karena belum berhasil mendeteksi. Seperti Arab Saudi, Amerika Serikat, Australia itu berhasil mendeteksi," kata Tonang saat dihubungi detikcom, Kamis (2/12/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dosen Fakultas Kedokteran UNS itu mengatakan masyarakat tidak perlu memikirkan seberapa ganas varian yang ditemukan pertama kali di Afrika Selatan itu. Namun dia menilai seluruh pihak wajib melakukan antisipasi dari serangan Omicron.
"Ganas atau tidak itu tergantung kondisi daerahnya. Misal varian delta, ada yang kasusnya tinggi tapi tingkat kematian rendah, tapi ada juga yang tingkat kematiannya tinggi," ujarnya.
Jika masyarakat mengabaikan Omicron, dia khawatir akan terjadi gelombang berikutnya, seperti pada Juli-Agustus lalu. Hal ini akan berbahaya jika kondisinya sampai membuat rumah sakit penuh.
"Kalau kasusnya sangat tinggi, RS kewalahan, tempat tidur kurang, sampai harus antre di IGD, atau bahkan terpaksa bertahan di rumah saja, maka risikonya besar. Angka kematian menjadi tinggi," ungkapnya.
Cara pencegahan penyebaran Omicron, kata Tonang, tidak berbeda dengan varian sebelumnya. Dia menyarankan protokol kesehatan harus tetap diperketat, terutama terkat mobilitas antarnegara.
"Kepada pemerintah, jangan pernah bosan mengingatkan untuk protokol kesehatan, terutama cuci tangan dan pakai masker. Selain itu, mobilitas antarnegara harus diwaspadai," tutupnya.











































