Perbedaan Corona dan Omicron menjadi salah satu hal yang kerap dipertanyakan oleh masyarakat. Mengingat belakangan ini varian Omicron tengah 'ngegas' di Indonesia. Bahkan, karena varian baru tersebut, Indonesia mengalami lonjakan kasus COVID-19 beberapa hari ini.
Meskipun demikian, sejumlah pakar mengklaim gejala Omicron lebih ringan daripada varian lainnya. Hal ini lah yang membuat masyarakat bertanya-tanya sebenarnya apa perbedaan Corona dan Omicron?
Perbedaan Corona dan Omicron
Pertama-tama, perlu dipahami dulu bahwa Omicron merupakan salah satu varian terbaru SARS-CoV-2, virus Corona penyebab COVID-19. Jadi, bicara perbedaan Corona dan Omicron artinya bicara perbedaan Omicron dengan varian virus Corona yang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang epidemiolog, Laura Navika Yamani, dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR), mengungkap 3 perbedaan Corona dan Omicron.
Dikutip dari laman resmi Universitas Airlangga, Kamis (17/2/2022) berikut informasinya:
1. Daya Tular Lebih Meningkat Daripada Varian Delta
Laura mengungkap sejak varian Omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, kasus COVID-19 pun mengalami peningkatan sebanyak 2 hingga 3 kali lipat dalam kurun waktu satu minggu.
Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa varian Omicron lebih menular 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan varian COVID-19 lainnya, seperti Delta.
"Virus COVID-19 varian delta daya tularnya tujuh kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan virus yang pertama kali muncul di Wuhan, sedangkan Omicron lima kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan varian delta. Jadi bisa dibayangkan bagaimana berbahayanya varian Omicron ini," kata Laura.
2. Tingkat Keparahan Lebih Rendah
Selain lebih menular, perbedaan Corona dan Omicron dapat dilihat dari tingkat keparahan gejala. Menurut Laura, varian Omicron memiliki tingkat keparahan yang rendah jika dibandingkan varian Delta.
Meskipun begitu, Laura juga menegaskan ketika varian Omicron memiliki daya tular yang sangat cepat dan tidak ada langkah antisipasi sejak dini, maka banyak orang yang berisiko terinfeksi Omicron.
"Apabila tidak dibendung maka kasusnya akan semakin banyak dan mungkin bisa menyebabkan fasilitas kesehatan overload. Ketika fasilitas kesehatan penuh, maka penanganan pasien bisa terlambat sehingga keparahan penyakit pasien meningkat atau bahkan bisa menyebabkan kematian," ucap Laura pada Rabu (29/12/21).
3. Deteksi Varian Omicron Gunakan PCR-SGTF
Perbedaan Corona dan Omicron juga bisa dilihat dari tes COVID-19. Menurut Laura, sebelumnya seseorang bisa mengetahui tertular COVID-19 varian yang mana menggunakan tes dengan metode Whole Genome Sequencing (WGS).
Namun, varian Omicron harus menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan S Gene Target Failure (SGTF) untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Omicron atau tidak.
"Jadi memang pemerintah telah menyiapkan metode tes terbaru yakni menggunakan PCR-SGTF agar deteksi kasus COVID-19 varian Omicron bisa dilaksanakan dengan cepat," tuturnya.
(suc/up)











































