Sempat diragukan keberadaannya, varian 'hybrid' Deltacron kini makin nyata. Bukti pertama keberadaan kasus ini dipublikasikan oleh para ilmuwan Prancis.
The Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), organisasi yang menghimpun data varian virus di dunia, mengumumkan temuan ini di situs resminya. Temuan dari Institut Pasteur tersebut disebut sebagai 'solid evidence' atas keberadaan Deltacron yang berasal dari galur GK/AY.4 dan GRA/BA.1.
Beberapa fakta yang terangkum sejauh ini adalah sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa itu virus rekombinan?
Pada dasarnya, virus rekombinan adalah virus yang terbentuk dari setidaknya dua virus lain. Ketika seorang individu terinfeksi dua jenis virus atau lebih, maka ada kemungkinan virus-virus tersebut mengalami percampuran genetik dan menghasilkan virus baru.
"Virus rekombinan memiliki bagian dari dua atau lebih virus yakni bagian dari materi genetiknya sebagai akibat dari infeksi dua atau lebih strain virus," jelas Amesh A. Adalja, pakar virus dari John Hopkins Center for Health Security, dikutip dari Health.com.
Rekombinasi tidak hanya terjadi pada COVID-19. Fenomena ini juga terjadi pada influenza, yang diyakini mengalami rekombinasi sepanjang waktu.
Kapan Deltacron ditemukan?
Laporan pertama Deltacron pertama kali beredar awal Januari, setelah pakar virus dari Cyprus Leondios Kostrikis menemukan apa yang diyakni sebagai kombinasi antara varian Delta dan Omicron. Ia adalah yang pertama melabelinya sebagia Deltacron.
Ketika itu, Kostrikis dan timnya menemukan 25 kasus Delcatron dan menemukan bahwa kasus tersebut lebih banyak ditemukan pada pasien di rumah sakit dan dengan gejala sedang.
Namun pada awal-awal penemuan, publik menganggapnya sebagai kesalahan. Temuan ini disangka hanya kontaminasi di laboratorium.
Sudah ada berapa kasus?
Belum ada laporan resmi mengenali jumlah kasus Deltacron, namun laporan mulai bermunculan dari berbagai penjuru dunia. Sebuah studi awal menyebut ada 3 klaster yang oleh penulisnya diyakini sebagai Deltacron di bagian selatan Prancis.
Riset lain di Amerika Serikat menunjukkan dari 29 ribu sampel yang di-sequence, ada 2 infeksi yang melibatkan 2 versi Deltacron.
Lebih bahaya?
Hingga saat ini, belum diketahui pasti seberapa bahaya rekombinasi Delta dan Omicron. Bahkan jumlah kasusnya pun masih belum bisa dipastikan.
"Kami belum melihat perubahan apapun dalam epidemiologi, perubahan tingkat keparahan, tetapi beberapa studi tengah dilakukan," kata Van Kerkhove.
Sudah ada di Indonesia?
Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menegaskan hingga saat ini belum ada laporan kasus Deltacron di Indonesia.
"Kalau dari data yang ada sampai saat ini belum dilaporkan," kata dr Nadia dalam diskusi online Sabtu (12/3).
"Ini akan menjadi kewaspadaan karena kita tahu varian baru memang akan berpotensi untuk terjadinya peningkatan kasus," lanjutnya.
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)











































