Kewajiban booster sebagai syarat mudik belakangan menuai pro kontra di masyarakat. Tidak sedikit yang beranggapan kebijakan pemerintah terkesan 'tebang-pilih' lantaran acara MotoGP Mandalika tak menetapkan kebijakan serupa yakni wajib vaksin booster COVID-19.
Menurut ahli epidemiologi Pandu Riono, ada perbedaan jumlah pergerakan mudik dengan MotoGP Mandalika. Jumlah warga mudik diyakini Pandu bakal berkali-kali lipat lebih banyak ketimbang penonton MotoGP Mandalika yang tak sampai ratusan ribu.
"Iya waktunya beda, risikonya lebih sedikit, yang ke Mandalika berapa sih paling cuma 100 ribu nggak ada jutaan, kalau mudik kan jutaan masyarakat bergerak," terang Pandu saat dihubungi detikcom Kamis (24/3/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah penonton MotoGP Mandalika disebut Pandu tak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan pergerakan masif saat mudik. Karenanya syarat wajib booster menjadi penting untuk pemudik.
Alasan lainnya yakni pemudik meliputi semua usia, dari muda hingga lansia. Apalagi, budaya mudik umumnya mendatangi kelompok rentan yakni orangtua dengan usia lanjut yang berisiko tinggi saat terpapar COVID-19 hingga kemungkinan fatal.
"Gini, Mandalika tuh nggak ada artinya apa-apa, berapa orang sih ke sana? Kan sedikit banget, kalau orang mudik itu kan masif, se-Indonesia, yang ke Mandalika kan cuma orang kaya saja semua ke sana dan sudah divaksinasi lengkap," terang dia.
"Kedua, yang mudik tuh semua usia, ketiga dia bersilaturahmi sama orang-orang tua. Risikonya lebih besar karena termasuk kelompok rentan," pungkas Pandu.
Berbeda dengan Pandu, epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia menekankan vaksinasi booster perlu dilakukan berdasarkan interval yang ditetapkan pemerintah. Jika aturannya mengharuskan tiga bulan minimal setelah vaksinasi dosis kedua, hal tersebut harus konsisten berlaku ke depan.
"Jadi benar ya saya juga paham ini booster itu harus dilakukan secara adil. Dalam artian sudah waktunya dibooster, misalkan mau ditetapkan berapa, empat bulan pasca dosis kedua atau mau enam bulan, ya terserah pemerintah itu untuk kebaikan semua," terang Dicky.
Dicky meyakini tak ada perbedaan antara risiko penularan di MotoGP Mandalika dengan mudik lantaran sama-sama memicu pergerakan banyak orang. Karenanya, ia kembali menekankan penetapan vaksinasi booster sebaiknya dilakukan sesuai interval vaksin yang ditetapkan pemerintah.
"Kalau kaitan dengan Mandalika, sebelumnya saya tidak pernah membedakan (risikonya). Mandalika juga harus seperti itu, seandainya penerimaan dua dosis sudah lebih dari enam bulan ya atau interval vaksin yang ditetapkan ya harusnya booster juga," bebernya.
Terkait hal ini, detikcom juga sudah menghubungi pihak Kementerian Kesehatan RI, juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi dan juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, tetapi hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan terkait protes kebijakan booster untuk mudik.











































