Apa Salah Terawan Sampai Harus 'Dipecat'? Ini Daftarnya Menurut IDI

Apa Salah Terawan Sampai Harus 'Dipecat'? Ini Daftarnya Menurut IDI

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Sabtu, 02 Apr 2022 15:03 WIB
Apa Salah Terawan Sampai Harus Dipecat? Ini Daftarnya Menurut IDI
dr Terawan Agus Putranto. (Foto: ANTARAFOTO/PUSPA PERWITASARI)
Jakarta -

Nama dr Terawan Agus Putranto kembali ramai dibicarakan usai diberhentikan secara permanen dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Juru bicara PB IDI untuk Sosialisasi Hasil Muktamar ke-31 dr Beni Satria, M.Kes, MH(Kes) mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran etik terkait 'metode cuci otak' atau 'brain washing'.

Metode ini dipromosikan Terawan sebagai tindakan pengobatan untuk penyakit stroke iskemik kronik.

"Diduga melanggar etik kedokteran yang dilakukan oleh dr Terawan Agus Putranto sebagai terlapor pada saat menerapkan tindakan terapi/pengobatan terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai Brain Washing (BW) atau Brain Spa (BS), melalui metode diagnostik Digital Subtraction Angiography (DSA)," jelas dr Beni dalam konferensi pers virtual pada Jumat (1/4/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

dr Beni menjabarkan beberapa pelanggaran etik terpenting terkait metode brain washing tersebut, yakni:

  • Mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif).
  • Dinilai menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah menjalani tindakan brain washing.

"Terlapor (Terawan) juga terkait dengan dugaan menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum ada analisa kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine/EBM)-nya," lanjut dr Beni.

ADVERTISEMENT

Dugaan lainnya, lanjut dr Beni, Terawan dinilai tidak mengindahkan undangan Divisi Pembinaan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI. Termasuk undangan untuk menghadiri sidang Kemahkamahan terkait tindakan yang sudah dilakukan setidaknya sejak Juli 2013 lalu.

Kontroversi Brain Washing Direspons MKEK Sejak 2015

Kontroversi metode brain washing di kalangan profesi kedokteran telah direspons MKEK sejak 2015 lalu. Sekitar setahun kemudian, laporan dugaan pelanggaran etik atas metode brain washing Terawan mulai berproses.

MKEK melanjutkan penelusuran laporan dengan memeriksa keterangan dari sejumlah pihak. Pihak tersebut di antaranya Prof DR Dr Moh Hasan Machfoed, SpS(K) selaku Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PP Perdossi), Prof Dr Teguh AS Ranakusuma, SpS(K), dan Prof Dr Irawan Yusuf, PhD.

"Ditemukan pula keberatan dari PP Perdossi, salah satunya terkait mengiklankan diri berlebihan, laporan biaya besar tindakan yang belum ada EBM-nya, dan pengiklanan besar-besaran tersebut membuat keresahan di kalangan anggota Perdossi maupun pasien-pasien neurologi," terangnya.

dr Beni menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi ahli Prof Dr Irawan Yusuf, PhD, peran utama brain washing ini hanya meningkatkan cerebral blood flow atau aliran darah ke otak pada stroke kronik, memperbaiki suplai jaringan darah ke jaringan yang rusak sehingga oksigen, nutrisi, dan obat bisa sampai otak, serta memperpanjang window period dan gejala klinis membaik.

Benarkah brain washing bisa jadi opsi pengobatan stroke? Simak di halaman berikutnya.

Namun, simpulan yang ditonjolkan terlalu berlebihan sebagai alternatif terapi stroke yang standar, sehingga mempertajam kontroversi. Dengan keterangan tersebut menjelaskan bahwa temuan Terawan ini belum bisa dijadikan terapi alternatif untuk menggantikan terapi standar.

"Saksi ahli menegaskan bahwa terlapor harus bertindak sesuai kompetensi dan kewenangannya untuk menghilangkan kontroversi," pendapat Prof DR Dr Moh Hasan Machfoed, SpS(K), yang diungkapkan dr Beni.

Di bidang neurologi, DSA disebut sebagai cerebral angiography yang digunakan untuk diagnosis gangguan pembuluh darah otak (stroke iskemik). Di RS tipe A, DSA ini bukanlah harl yang baru. Tetapi sudah rutin dilaksanakan untuk sarana diagnostik, bukan sebagai sarana terapi atau pengobatan, terlebih untuk pencegahan stroke.

"Mereka menyebut DSA, bukan brain washing (BW). Kenyataannya, promosi brain washing luar biasa gencar di semua media sosial, media massa, elektronik dan lain-lain. Sehingga di masyarakat timbul anggapan cuci otak atau brain washing ini merupakan cara baru yang patut dicoba terutama bagi penderita stroke," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: IDI soal Dokter Terawan Jadi Penasihat Khusus Presiden Bidang Kesehatan"
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)

Berita Terkait