Ribut-ribut kasus Terawan Agus Putranto terkait Metode Digital Substraction Angiography (DSA) sudah berlangsung sejak 2018, bahkan MKEK IDI memanggil Terawan untuk menjelaskan metode 'cuci otak' mulai 2013 silam. Namun, tak ada kesimpulan lebih lanjut hingga akhirnya kembali gaduh lantaran video 'pemecatan' Terawan saat Muktamar di Banda Aceh 25 Maret 2022 viral.
Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia, Dr dr M Nasser, SpKK, DLaw, menekankan keterlibatan pemerintah terkait kasus semacam ini diatur dalam pasal 182 dan 188 UU Kesehatan, juga pasal 71 UU praktik kedokteran.
"Memang Menteri Kesehatan harus masuk, kemudian pemerintah pusat pada pasal 71 praktik UU kedokteran mengatakan bahwa pemerintah pusat itu juga ikut melakukan pengawasan terhadap praktik kedokteran," terang dia dalam diskusi daring Selasa (5/4/2022).
"Kementerian Kesehatan itu adalah kementerian yang membidangi, bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan, jadi kita mendeskripsikan bahwa pemerintah pusat itu diwakili oleh Menteri Kesehatan, jadi Menkes memang punya kewenangan sangat besar," sambungnya.
Kilas balik di 2018, menurutnya ada 'kejanggalan' yang belum terungkap terkait rekomendasi pemberhentian terapi DSA yang sudah diberikan eks Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, pada akhirnya tak berjalan. Berdasarkan pengamatan tim yang dibentuk eks Menkes Nilam, penelusuran metode DSA kala itu dinyatakan tidak memenuhi syarat terapi yang seharusnya sehingga seharusnya disetop.
Namun, terapi DSA ini tetap berlangsung dan seolah tidak ada pengawasan lebih lanjut dari Kemenkes RI.
"Kenapa tidak dihentikan, kita bisa tanya kepada Menkes waktu itu dialihkan itu hasil (rekomendasi) menjadi Menkes berkirim surat ke KSAD, menyatakan bahwa boleh dilakukan tetapi pelayanan yang berbasis penelitian, kalau berbasis penelitian kan tidak boleh bayar, ini kan persoalannya seperti itu," terang dia.
"Jadi memang jujur dikatakan bahwa ada pelanggaran terhadap surat yang dikirimkan oleh Menkes kepada KSAD, ada pelanggaran terhadap rekomendasi yang diberikan tim satuan tugas, itu juga," sambungnya.
Dugaan pelanggaran tersebut ditegaskan dr Nasser wajib mendapat perhatian langsung dari Menteri Kesehatan, termasuk perlu adanya teguran. Teguran yang tidak bisa diberikan IDI lantaran tak memiliki wewenang.
"Sekarang karena Kemenkes RI tidak melakukan pengawasan yang seharusnya dilakukan, publik kan bisa tahu, bisa menilai sebetulnya," pungkas dia.
Simak Video 'MKEK IDI Duga Unhas Ditekan Agar Luluskan Metode Cuci Otak Terawan':