Puluhan juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca dilaporkan ditolak oleh negara miskin. Global Alliance for Vaccines and Immunization (Gavi) mengungkapkan sebagian negara lebih memilih vaksin J&J, Moderna, dan Pfizer.
Dalam dokumen terkait program COVAX, hibah sebanyak 35 juta dosis vaksin AstraZeneca ditolak negara-negara karena petunjuk waktu kedaluwarsanya yang singkat hanya 6 bulan. Hal ini menjadi tantangan, terutama di negara yang memiliki keterbatasan infrastruktur sehingga tidak bisa cepat memberikannya pada warga.
"Ada indikasi preferensi umur penyimpanan yang tidak bisa dipenuhi dengan suplai vaksin AstraZeneca," ujar seorang juru bicara untuk Gavi seperti dikutip dari Reuters, Jumat (14/4/2022).
Gavi mengaku telah mendorong AstraZeneca untuk mengajukan perpanjangan tanggal kedaluwarsa ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). AstraZeneca belum memberikan tanggapan, namun disebut tengah berusaha bekerja sama dengan regulator dan WHO untuk memperpanjang umur penyimpanan.
Sejak inisiatif bantuan dimulai, AstraZeneca telah menjadi pemasoknya yang paling produktif. Tapi itu berubah dengan cepat. Dari 200 juta dosis dari COVAX yang diberikan kepada 61 negara berpenghasilan rendah selama periode enam bulan yang akan berakhir pada September, hanya sebagian kecil yang akan berasal dari AstraZeneca.
Masa simpan yang pendek membuat banyak negara miskin menolak vaksin AstraZeneca. Banyak negara miskin kekurangan infrastruktur untuk mendistribusikan vaksin dengan cukup cepat untuk menghindari tanggal kedaluwarsa.
WHO sendiri sebelumnya telah memperpanjang anjuran penyimpanan untuk vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh India, Covishield, dari 6 bulan menjadi 9 bulan.
Vaksin AstraZeneca diketahui diproduksi oleh beberapa produsen karena formulanya yang tidak dipatenkan secara penuh.
Simak Video "Dugaan Motif Ilmuwan Penemu Vaksin Covid-19 Dibunuh"
[Gambas:Video 20detik]
(fds/kna)