Makin banyak warga RI yang memiliki antibodi COVID-19, nyaris 100 persen untuk penduduk Jawa-Bali. Hal ini diketahui setelah para peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) melakukan serosurvei pada 2.100 responden di 21 kabupaten/kota.
Hasilnya ditemukan hingga bulan Maret 2022 ada sekitar 99 persen penduduk yang terdeteksi memiliki antibodi COVID-19. Antibodi ini muncul berkat vaksinasi dan atau infeksi alami.
"Disebabkan oleh vaksinasi, infeksi, atau keduanya. Jadi cukup menjadi besar proporsinya yang sudah memiliki antibodi di Maret 2022 ini," kata epidemiolog FKM UI Muhammad N Farid dalam konferensi pers daring Kementerian Kesehatan, Rabu (20/4/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila dilihat lebih rinci sesuai kelompok usia, warga 12-18 tahun jadi kelompok dengan tingkat antibodi paling tinggi mencapai 100 persen. Berikut detailnya:
- 1-11 tahun: 98,3 persen
- 12-18 tahun: 100 persen
- 19-29 tahun: 99,7 persen
- 30-59 tahun: 99,5 persen
- 60 tahun ke atas: 97,6 persen
Meski hal ini menjadi kabar baik, Farid mengaku risiko peningkatan kasus COVID-19 tetap masih ada. Hal ini berkaca pada apa yang terjadi di sekitar Februari hingga Maret 2022, khususnya di DKI Jakarta. Provinsi tersebut kembali melaporkan lonjakan kasus saat banyak warga memiliki antibodi COVID-19.
"Intinya adalah peningkatan antibodi tidak serta merta menurunkan terjadinya infeksi. Infeksi pasti masih akan terjadi, di DKI pada bulan Maret lalu misalnya (terjadi peningkatan). Meskipun Desember antibodinya meningkat, tetapi kasusnya akhirnya juga meningkat juga," ungkap Farid.
Memiliki antibodi tidak membuat seseorang jadi benar-benar kebal terhadap infeksi. Belum ada penelitian kuat terkait berapa banyak tingkat antibodi yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya infeksi COVID-19.
Menurut Farid, antibodi yang timbul pasca vaksinasi maupun infeksi alamiah sejauh ini disimak hanya bisa menekan risiko rawat inap hingga kematian.
Terbukti dibandingkan dengan periode gelombang COVID-19 kedua di Indonesia saat dihadang varian Delta, kasus kematian COVID-10 dan rawat inap di rumah sakit (RS) kini jauh lebih rendah.
"Meskipun infeksi tidak bisa dicegah 100 persen, tetapi data menunjukkan dengan adanya antibodi ini, vaksinasi maupun terinfeksi, yang kita dapatkan menunjukkan perbedaan angka hospitalisasi dan kematian periode Delta dan periode Omicron," kata Farid.
"Jauh lebih rendah pada periode Omicron," pungkas dia.
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(fds/fds)











































