Studi terbaru di Chili menguak efektivitas vaksin COVID-19 booster heterolog pada pengguna Sinovac di dosis primer 1 dan 2. Disebutkan, imunitas atau 'kekebalan' yang timbul lebih tinggi dibandingkan homolog.
Artinya, penerima dua dosis vaksin primer Sinovac disarankan menerima suntikan booster dengan jenis vaksin berbeda dari Sinovac.
Riset ini di dilakukan sejumlah ahli dari Institute of Science and Innovation in Medicine, Clinica Alemana Universidad del Desarrollo, hingga Kementerian Kesehatan Chili.
Riset tersebut menganalisis efektivitas vaksin COVID-19 booster AZD1222 (Oxford-AstraZeneca) dan BNT162b2 (Pfizer-BioNTech) pada penerima Sinovac pada suntikan dosis primer. Riset melibatkan 11.174.257 warga Chili, 4.127.546 di antaranya menyelesaikan jadwal imunisasi primer (dua dosis) menggunakan CoronaVac dan menerima suntikan booster selama masa studi.
"Hasil kami menunjukkan bahwa dosis ketiga vaksin Sinovac (Coronavac) atau menggunakan vaksin booster yang berbeda seperti vaksin Pfrizer-BioNTech dan Astra Zeneca pada pengguna vaksin primer Sinovac, sama-sama memberikan perlindungan tingkat tinggi terhadap COVID-19, termasuk penyakit parah dan kematian," terang para peneliti.
"Namun, menerima vaksin booster berbeda dengan vaksin primer menghasilkan efektivitas vaksin lebih tinggi daripada kembali disuntik vaksin Sinovac (Coronavac) untuk dosis ketiga, baik dalam mencegah rawat inap hingga kematian," sambungnya.
Apa Temuannya?
Studi menemukan, vaksin COVID-19 79 persen efektif mencegah gejala pada mereka yang menerima booster homolog Sinovac. Sedangkan pada penerima booster Pfizer, efektivitas lebih tinggi yakni 97 persen dan AstraZeneca 93 persen.
Perihal risiko kematian, kasus rawat inap, dan ICU akibat COVID-19, penerima booster homolog tetap memiliki angka efektivitas lebih rendah dibandingkan penerima booster heterolog.
NEXT: Detail temuan soal booster Pfizer-AstraZeneca untuk vaksin primer Sinovac.
Simak Video "7 Kombinasi Vaksin Covid-19 untuk Booster Kedua Lansia"
[Gambas:Video 20detik]