Riset Terbaru: Warga RI Masih Lebih Boros di Rokok daripada Makanan Sehat

Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Riset Terbaru: Warga RI Masih Lebih Boros di Rokok daripada Makanan Sehat

Vidya Pinandhita - detikHealth
Selasa, 31 Mei 2022 11:49 WIB
Jakarta -

Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan temuan terbaru bahwa pengeluaran biaya masyarakat Indonesia untuk rokok lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan makanan bergizi. Tak hanya perihal aspek ekonomi, Dante juga menguak sulitnya perokok keluar dari lingkaran kecanduan rokok.

Hal itu diungkapkan Dante mengacu pada hasil survei Global Adults Tobacco Survey (GATS) tahun 2021.

"Pengeluaran belanja rumah tangga untuk rokok itu lebih tinggi daripada belanja untuk makanan bergizi. Bayangkan, makanan bergizi bisa mencukupi kebutuhan keluarga, dipakai bapak atau ibunya untuk membeli rokok. Lebih tinggi budget-nya dibandingkan keperluan rumah tangga," ujarnya saat ditemui di konferensi pers Peluncuran Dara Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, Jakarta Selatan, Selasa (31/5/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Data survei GATS menemukan berbagai tantangan dan hambatan yang menghambat upaya pengurangan konsumsi tembakau, khususnya untuk kelompok usia 10-18 tahun sesuai target RPJMN," imbuh dr Dante.

Lebih lanjut menurut temuan survei GATS 2021, jumlah yang rata-rata yang dihabiskan untuk 12 batang rokok kretek adalah Rp 14.867,8. Sedangkan pengeluaran bulanan rata-rata untuk rokok kretek adalah Rp 382.091,7.

ADVERTISEMENT

NEXT: Sekali Mulai, Sulit Disetop

Sekali Mulai, Sulit Disetop

Dante menekankan, lebih tingginya pengeluaran untuk konsumsi rokok dibandingkan kebutuhan makanan bergizi bukan hanya perkara sosial-ekonomi, melainkan kesehatan anggota keluarga. Sebab, aktivitas merokok membuat anak-anak di rumah menjadi perokok pasif.

Sementara, berhenti merokok pun bukan hal gampang. Jika sudah terlanjur kecanduan, upaya untuk berhenti merokok bukan lagi sekedar perihal kemauan, melainkan juga patofisiologis.

"Faktor adiktif itu sulit dikendalikan. Sekali merokok, untuk menghentikannya itu butuh upaya. Itu bukan soal kemauan, tapi memang faktor zat adiktif di rokok itu membuat dia tidak bisa mengendalikan diri untuk berhenti merokok," beber Dante.

"Karena tidak bisa mengendalikan patofisiologis, maka keinginan untuk belanja rokok semakin lama semakin banyak," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(vyp/up)

Berita Terkait