Mengacu pada sekuensing DNA, sejumlah pakar meyakini virus cacar monyet sebenarnya sudah beredar pada manusia selama bertahun-tahun. Bahkan sebuah penelitian yang baru dipublikasikan pekan ini menyebut, terdapat kemungkinan virus cacar monyet sudah merebak sejak 2017.
"Kami menyarankan berdasarkan pola yang kami temukan, berarti telah terjadi penularan manusia ke manusia sejak setidaknya 2017," tertera dalam laporan oleh Aine O'Toole dan Andrew Rambaut di University of Edinburgh di Inggris, dikutip dari NewScientist, Selasa (7/6/2022).
Sebelumnya, cacar monyet biasa bersirkulasi pada hewan di beberapa negara Afrika. Pada sejumlah kasus, virus cacar monyet dari hewan yang terinfeksi menjangkit manusia di negara tersebut. Emma Hodcroft dari Universitas Bern di Swiss menyebut, penyebaran virus cacar monyet antar manusia mungkin tidak terdeteksi selama bertahun-tahun di Afrika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga 6 Juni 2022, kasus infeksi cacar monyet telah dikonfirmasi di 27 negara, dengan pasien sebanyak lebih dari 900 orang termasuk lebih dari 200 pasien dari Inggris. Diketahui, sebagian besar kasus terjadi pada pria yang berhubungan seks dengan pria.
Urutan genom pada penelitian menunjukkan, virus cacar monyet bertanggung jawab atas kasus-kasus erat yang terdeteksi dalam jumlah kecil di negara luar Afrika yakni Israel, Nigeria, Singapura, dan Inggris sepanjang 2017 dan 2019.
Seperti Apa Temuannya?
Peneliti menyebut, terdapat 47 perubahan huruf DNA pada virus cacar monyet terbaru dibandingkan kasus cacar monyet sebelumnya. Angka tersebut diyakini amat tinggi, mengingat virus cacar monyet sebelumnya diketahui berkembang dengan sangat lambat, sekitar satu mutasi per tahun.
Sementara diketahui, terdapat kelompok enzim dalam tubuh manusia bernama 'APOBEC3' yang membantu bertahan melawan virus-virus melakukan mutasi dalam DNA-nya.
"Jika perubahan APOBEC3 ini secara khusus menunjukkan replikasi pada manusia yang bertentangan dengan spesies inang lain, maka perubahan ini mengkonfirmasi (virus cacar monyet) untuk mewakili munculnya epidemi cacar monyet di manusia sejak 2017," ujar O'Toole dan Rambaut.
Pada Sabtu (3/6), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat melaporkan, berdasarkan pengurutan genom, tiga dari 10 virus cacar monyet sedikit berbeda dengan virus cacar monyet lainnya, namun masih berkaitan dengan virus cacar monyet 2017. Ketiga virus tersebut ditemukan pada orang yang sempat bepergian ke negara di Afrika dan Timur Tengah pada 2021 atau 2022.
Ketiga kasus tersebut bisa jadi disebabkan oleh penularan virus dari beberapa reservoir hewan ke manusia. Namun karena mereka juga memiliki banyak mutasi mirip APOBEC3, kemungkinan lain adalah bahwa cacar monyet telah menyebar cukup luas pada orang-orang di Afrika sejak 2017.
Anehnya, alih-alih berevolusi menjadi lebih kuat, mutasi virus cacar monyet justru diyakini melemah dibandingkan virus cacar monyet pada 2017. Namun Hodcroft menegaskan, dunia tak boleh berasumsi bahwa cacar monyet tidak akan berkembang dan menyebar lebih luas.
"Semakin sedikit virus bersirkulasi di dalam inang, semakin kecil peluangnya untuk beradaptasi seperti itu," tegasnya.
"Saya tidak berpikir ada alasan untuk panik dan saya pikir ini adalah sesuatu yang benar-benar dapat kita kendalikan. Tapi, ini harus kita anggap serius. Kita tidak ingin berayun terlalu jauh ke arah lain karena kita benar-benar muak dengan virus," pungkas Hodcroft.
Simak Video "Video: WHO Cabut Status Darurat Cacar Monyet"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)











































