Di Internet banyak berseliweran konten-konten berkedok edukasi seks yang ternyata hanya berisi konten vulgar dan sekadar sharing pengalaman seks. Edukasi seks seperti pengetahuan biologis mengenai organ seksual dan risiko-risiko seks tidak aman terkadang justru luput untuk dibicarakan.
Pakar seks, dr Boyke Dian Nugraha, SpOG, MARS, menyatakan dalam edukasi seks yang paling penting adalah melindungi organ seksual dari berbagai risiko penyakit. Konten yang cuma membicarakan hal-hal enak saat melakukan hubungan seks menurutnya bukan edukasi seks.
"Edukasi seks ke anak muda yang harus pertama diangkat adalah melindungi organ seksual, jangan cuma fokus ke enak-enaknya saja, ada risiko penyakit dan tanggung jawab dalam seks," ucapnya ditemui detikcom, Rabu (15/6/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai pengalaman seks menurutnya hanya bisa dilakukan dengan audiens yang tepat dan tidak bisa dipukul rata untuk semua orang.
"Walaupun ada bagian praktikal seks ya pengalaman, dan itu beda, memang audiens atau pendengarnya di arahkan pasangan suami istri, jadi harus disesuaikan," sambungnya.
Selain itu, dr Boyke juga memberikan beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memilih konten edukasi seks untuk ditonton, seperti di bawah ini:
Perhatikan Narasumber
Menurut dr Boyke seorang yang memberikan edukasi seks harus seorang pakar yang menguasai berbagai bidang ilmu terkait seks. Ia juga menegaskan jangan sampai memilih pembicara yang asal saja tanpa melihat latar belakangnya.
"Lihat siapa yang bicara apakah dia menguasai hormon-hormon, psiko-sosial, klinis, dan juga budaya. Kalau yang bicara tidak menguasai itu buat apa, tidak ada edukasinya. Buat saya dia boleh siapa saja tapi harus memahami ilmu-ilmu tadi," ucap dr Boyke.
Tujuan Topik Pembicaraan
Topik dalam edukasi seks menurut dr Boyke sangat luas. Jangan sampai topik untuk suami istri dikonsumsi oleh anak kecil, atau topik remaja namun dikemas dengan salah. Jadi dr Boyke menyarankan untuk selalu mencari tau topik apa yang sedang dibicarakan.
Kecocokan Kultur
Menerima konten edukasi seks itu juga harus ditimbang dengan nilai kultur seseorang tinggal. Menurut dr Boyke jika kita bijak tentu kita bisa memilih bahwa topik yang dibicarakan tidak sesuai kultur yang dijalani.
"Kultur ini penting baik bagi sex educator atau yang menonton. Misal kayak yang ramai itu FWB, harusnya kita ada filter bahwa ini tidak cocok di kultur Indonesia yang menjunjung tinggi religi. Jadi yang seperti itu tak perlu ditonton," beber dr Boyke.
Langsung Tanya Pakar
Jika bingung harus menonton tayangan edukasi seks seperti apa, dr Boyke menyarankan langsung tanya saja pakarnya. Cari pakar dibidang seks lalu tanyakan konten seperti apa yang seharusnya dilihat dalam kondisinya saat itu.
"Seks itu ada ilmunya kalau sekedar experience kayak gosip aja, tapi silakan saja cuma harus dicermati dengan bijak. Untuk hiburan saja karena itu bukan edukasi seks. Untuk yang jelasnya ke pakar saja," pungkasnya.
(mfn/naf)











































