Kementerian Kesehatan Singapura baru saja melaporkan temuan 2 kasus impor subvarian Omicron baru BA.2.75, pada Kamis (14/7/2022). Pihak Kementerian Kesehatan setempat mengatakan kedua individu yang terinfeksi telah melakukan perjalanan ke India dan segera melakukan isolasi diri setelah dites positif COVID-19.
Kemenkes Singapura menyebutkan kedua individu tersebut telah pulih total setelah melakukan perawatan dan isolasi.
"Saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa BA.2.75 memiliki virulensi atau tingkat keparahan yang berbeda secara substansial dibandingkan dengan pendahulunya Omicron," kata Kementerian Kesehatan Singapura, dikutip dari Channel News Asia, Minggu (17/7/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Subvarian BA.2.75 dijuluki Centaurus oleh beberapa pakar dan pertama kali terdeteksi di India pada awal Mei. Sejak itu, temukan kasus subvarian ini dilaporkan di hampir 10 negara lain, termasuk Inggris, Amerika Serikat, Australia, Jerman, dan Kanada.
Berikut ini fakta-fakta subvarian Omicron BA.2.75 yang sejauh ini diketahui:
Dalam Pengawasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkategorikan subvarian BA.2.75 sebagai Variant of Concern (VOC) Lineage Under Monitoring (LUM). Artinya, varian ini sedang diawasi secara ketat oleh WHO.
Kepala ilmuwan WHO dr Soumya Swaminathan mengatakan belum ada cukup sampel untuk menilai tingkat keparahannya.
Belum Terbukti Berbahaya
Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menyatakan subvarian Omicron BA.2.75 belum terbukti menyebabkan infeksi COVID-19 yang serius.
"Belum ada bukti yang menunjukkan subvarian ini menyebabkan penyakit yang lebih serius ketimbang subvarian lainnya. Bahkan beberapa ahli menyebut BA.2.75 itu subvarian yang paling tidak mematikan," ujar Prof Zubairi dalam cuitan akun Twitternya, dikutip detikcom atas izin yang bersangkutan.
"Hanya ada sekitar 70 kasus BA.2.75 yang tercatat di seluruh dunia dan belum ada data yang menyatakan subvarian ini menyebabkan infeksi yang lebih serius ketimbang Omicron awal," sambungnya.
NEXT: Belum Ditemukan di Indonesia
Belum Ditemukan di Indonesia
Prof Zubairi menyebut bahwa Omicron BA.2.75 merupakan subvarian yang mudah menular. Namun kabar baiknya, BA.275 belum ditemukan di Indonesia.
"BA.2.75 telah dilaporkan di sekitar 10 negara, dan Indonesia belum termasuk di dalamnya. Subvarian ini pertama kali ditemukan di India," ungkapnya.
Masih Dapat Diatasi Vaksin
Kekhawatiran lainnya, perubahan genetik yang terjadi pada subvarian ini dapat membuat virus lebih mudah melewati antibodi, baik dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya.
Namun, Matthew Binnicker, direktur virologi klinis di Mayo Clinic mengatakan vaksin Corona masih menjadi pertahanan terbaik untuk melawan COVID-19 yang parah.
"Beberapa orang mungkin berkata, 'Yah, vaksinasi dan booster tidak mencegah orang terinfeksi.' Dan, ya, itu benar," beber Binnicker dikutip dari laman Time.
"Tetapi apa yang telah kita lihat adalah bahwa tingkat orang yang berakhir di rumah sakit dan meninggal telah menurun secara signifikan. Karena semakin banyak orang yang telah divaksinasi, dikuatkan, atau terinfeksi secara alami, kami mulai melihat tingkat latar belakang kekebalan di seluruh dunia meningkat," jelasnya.
Simak Video "Video Pakar: Flu Burung Picu Pandemi yang Lebih Parah Dibanding Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(mfn/up)











































