Organisasi kesehatan dunia WHO menetapkan monkeypox atau cacar monyet sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia. Status serupa juga ditetapkan untuk COVID-19 pada Januari 2020 sebelum akhirnya berubah menjadi pandemi.
PHEIC merupakan level kewaspadaan paling tinggi di bidang kesehatan, yang artinya dipandang memiliki ancaman signifikan bagi kesehatan global dan membutuhkan koordinasi respons internasional. Panduan terkait pencegahan dan penanganan akan dikeluarkan oleh WHO.
Dikutip dari CNBC, WHO sempat menolak penetapan kedaruratan global untuk cacar monyet dalam sidang terakhir bulan lalu. Namun seiring makin meningkatnya infeksi dalam beberapa pekan, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memutuskan cacar monyet naik level menjadi kedaruratan global atau PHEIC.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah kasus
Saat ini lebih dari 16 ribu kasus cacar monyet telah dilaporkan di lebih dari 70 negara. Jumlah konfirmasi kasus meningkat 77 persen dari akhir Juni hingga awal Juli.
Sebanyak 5 kematian dilaporkan di Afrika tahun ini, sedangkan di luar Afrika belum ada kematian yang dilaporkan. Sebagian besar kasus cacar monyet sembuh dalam 2-4 pekan menurut US Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
PHEIC terakhir sebelum cacar monyet adalah COVID-19
WHO terakhir kali menetapkan kedarurata global PHEIC ketika persebaran COVID-19 mulai meluas, tepatnya pada Januari 2020. Belakangan, COVID-19 naik level menjadi pandemi. Apakah cacar monyet juga akan bernasib serupa?
Berbeda dengan COVID-19, cacar monyet bisa dipastikan bukan merupakan penyakit baru. Penyakit ini sudah ditemukan sejak 1958 pada monyet di Denmark, dan kasus pertama pada manusia dikonfirmasi pada 1970 di Zaire atau kini Republik Demokratik Congo.
Virus cacar monyet juga masih berkerabat dengan smallpox atau cacar, yang gejalanya lebih ringan. Dunia dinilai sudah punya pengalaman puluhan tahun menghadapi cacar yang dinyatakan telah tereradikasi pada 1980. Pengalaman sukses mengeradikasi cacar diyakini memberi pengetahuan penting untuk melawan cacar monyet.
NEXT: Bukan penyakit gay! Cek juga gejala dan faktor risiko cacar monyet di halaman berikut.
Bukan penyakit Gay!
WHO menekankan, cacar monyet menular utamanya melalui kontak permukaan kulit. Kontak tersebut dimungkinkan terjadi saat berhubungan seks, dan data saat ini menunjukkan sebagian besar kasus ditemukan pada komunitas homoseksual yang berganti-ganti pasangan.
Namun demikian, WHO menegaskan bahwa semua orang bisa tertular cacar monyet, apapun orientasi seksualnya.
Terkait risiko penularan melalui hubungan seks, para ilmuwan hingga saat ini masih meneliti lebih dalam. Berbagai penelitian menemukan jejak virus cacar monyet dalam cairan sperma, tetapi belum dapat dipastikan apakah menular lewat sperma.
Kontak langsung kulit dengan kulit masih menjadi jalur utama penularan cacar monyet.
Gejala dan faktor risiko
Sebelumnya, cacar monyet dikenal dengan gejala mirip flu antara lain berupa:
- Demam
- Sakit kepala
- Nyeri otot
- Letih
- Ruam di seluruh tubuh
Namun dalam wabah kali ini, gejala semakin atipikal. Beberapa orang mengalami ruam terlebih dahulu tanpa disertai gejala mirip flu. Banyak pasien mengalami ruam di sekitar area genital dan anus.
Penularan cacar monyet dapat terjadi melalui droplet pernapasan, namun diyakini butuh paparan yang cukup lama untuk dapat menular. Partikel droplet tidak bersifat airborne atau menyebar di udara.
Virus cacar monyet juga dapat menular melalui kontak dengan material terkontaminasi, seperti sprei dan pakaian.
Simak Video "Video: WHO Cabut Status Darurat Cacar Monyet"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)











































