Bareskrim Polri memeriksa tersangka kasus pembunuhan Brigadir J menggunakan alat pendeteksi kebohongan atau lie detector. Polisi menyebut alat ini memiliki tingkat akurasi 93 persen.
Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, alat pemeriksaan yang digunakan di Indonesia, khususnya dalam pemeriksaan pembunuhan Brigadir J adalah alat dari Amerika Serikat yang diperoleh pada 2019. Alat ini disebut sudah sesuai dengan The International Organization for Standardization (ISO).
"Alat di kita ini Alat dari Amerika tahun 2019 dan tingkat akurasinya 93 persen. Dengan syarat tingkat akurasi 93 persen, maka itu pro justitia. Kalau di bawah 93 persen itu tidak masuk ke dalam ranah pro justitia. Kalau masih pro justitia berarti hasilnya diserahkan ke penyidik. Penyidik yang berhak mengungkapkan (hasil)," kata Dedi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (7/9/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa itu Lie Detector?
Lie detector merupakan alat pendeteksi kebohongan yang menggunakan mesin poligraf dan sudah digunakan sejak 1924. Alat ini berfungsi mengumpulkan analisis respons fisiologi yang terhubung dengan orang yang memeriksa.
Poligraf tersebut akan mengukur serta mencatat beberapa indikator fisiologis seperti tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan konduktivitas kulit saat seseorang bertanya dan menjawab serangkaian pertanyaan.
Bagaimana Cara Kerja Lie Detector?
Ada tiga sensor yang digunakan untuk mendeteksi kebohongan, yakni:
- Sensor pneumograf: mendeteksi detak napas di dada dan perut yang sensornya dililitkan di dada.
- Sensor blood pressure: mendeteksi adanya perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sensor kabel ini ditempel pada bagian lengan.
- Sensor skin resistance: melihat dan mendeteksi keringat yang ada di tangan, umumnya juga ditempelkan pada jari-jari tangan.
Di samping itu, psikolog forensik mempertanyakan akurasi alat lie detector yang digunakan untuk memeriksa tersangka pelaku pembunuhan Brigadir J. Apa alasannya? Simak dihalaman selanjutnya.
Akurasi Lie Detector Dipertanyakan
Psikolog forensik Reza Indragiri menyebut lie detector hanya bisa membaca respons fisiologis manusia yang dapat diartikan secara keliru. Walhasil, sulit untuk langsung mengambil kesimpulan apakah yang bersangkutan berbohong atau jujur.
"Penggunaan lie detector memang theoretical, tapi saya yakin betul alat ini tidak membandingkan perkataan dengan kenyataan. Tapi alat ini semata-mata membaca respons fisiologis manusia, apa itu misalnya, suhu badan naik, keringat menetes lebih deras tubuh terasa lebih tegang, otot-ototnya," ucap reza dalam keterangan yang diterima detikcom Kamis (8/9).
Ia menyarankan lie detector tidak digunakan untuk mengkategorikan secara pasti seseorang jujur atau berbohong. Menurutnya, mengungkapkan fakta lebih baik fokus dilakukan melalui rekonstruksi.
"Masalahnya coba tunjukkan kepada kita semua adakah respons fisiologis manusia yang secara mutlak tidak bisa dibantah, itulah penanda respons fisiologis sedang berbohong, saya yakin tidak ada," tuturnya.











































