Sejumlah pihak mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera menerbitkan regulasi pelabelan BPA di kemasan air minum guna ulang (galon isi ulang). Desakan itu muncul lantaran kekhawatiran akan risiko kesehatan yang ditimbulkan BPA semakin meningkat.
Para aktivis lingkungan mulai membangun kampanye 'Gerakan Percepatan Labelisasi BPA Kemasan AMDK'. Gerakan ini dimotori organisasi lingkungan seperti Net Zero Waste Management Consortium, Jejak Sampah, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) dan Koalisi Pejalan Kaki.
Langkah awal gerakan ini dilakukan dengan edukasi masyarakat melalui kampanye sosialisasi bertajuk 'BP-A Labeling: Pencegahan Risiko Terpapar BP-A Kemasan AMDK' dalam bentuk talkshow interaktif di acara Car Free Day Jakarta, Minggu (2/10).
Para aktivis yang bergabung dalam 'Gerakan Percepatan Labelisasi BPA Kemasan AMDK' membangun dialog antar para pihak untuk mendorong pemerintah secepatnya melakukan penetapan ketentuan pelabelan BPA ini.
"Berdasarkan bahaya yang timbul dari paparan BPA tersebut, maka pelabelan 'Berpotensi Mengandung BPA' pada kemasan AMDK sangat perlu diterapkan," kata Amalia S Bendang dari Net Zero Waste Management Consortium dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (5/10/2022).
"Kami dari komponen masyarakat sipil yang tergabung dalam Net Zero Waste Management Consortium, Koalisi Pejalan Kaki dan JejakSampah, mendukung rencana BPOM untuk pelabelan BPA pada kemasan AMDK sesegera mungkin," lanjutnya.
Amalia menilai semakin cepat aturan label BPA diterapkan maka akan semakin baik bagi masyarakat. Ia menyebut aturan tersebut dapat melindungi masyarakat dari berbagai risiko kesehatan akibat paparan BPA.
"Seiring dengan keharusan melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari potensi risiko terpapar material bahan beracun dan berbahaya (B3) dalam air minum yang mereka konsumsi," tegas Amalia.
Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan BPOM Sondang Widya Estikasari yang menjadi pembicara dalam talkshow tersebut mengulas galon polikarbonat jumlahnya 96 persen dari seluruh galon yang beredar di Indonesia. Dengan begitu, kata dia, masyarakat tak banyak diberi pilihan selain galon polikarbonat berbahan BPA.
Sondang menjabarkan BPA dapat menimbulkan masalah kesehatan manusia, seperti menyebabkan infertilitas, gangguan autisme, hiperaktif, bahkan obesitas. Sondang mengatakan dengan adanya temuan pada jurnal-jurnal kesehatan terbaru, banyak informasi yang dulu belum ditemukan, sekarang semakin bermunculan.
Ia menambahkan hasil pengawasan BPOM menunjukkan tren migrasi BPA dari galon polikarbonat yang beredar sudah masuk tahap mengkhawatirkan. Ia mengungkapkan dalam air minum galon guna ulang yang beredar di pasaran terdeteksi kandungan BPA sebanyak 8,67 Persen.
"Migrasi BPA yang sudah masuk tahap mengkhawatirkan itu ditemukan di hampir 47 persen dari produk di sarana peredaran dan 30,91 persen di sarana produksi yang kita sampling," beber Sondang.
"Bahkan, berdasar sampel air yang diambil dari peredaran dan kami uji itu, dideteksi BPA sebesar 8,67 persen, dan dideteksi pula BPA sebesar 5 persen pada sampel yang diambil dari sarana produksi. Jadi terbukti memang ada BPA di dalam AMDK," papar Sondang.
Ia menyampaikan sambil menunggu peraturan pelabelan berproses, BPOM terus melakukan sosialisasi untuk menjelaskan ke masyarakat bahwa BPA memang sudah menjadi perhatian terkait masalah kesehatan,.