Total ada 269 pasien dengan gagal ginjal akut misterius di Indonesia, tersebar di nyaris seluruh provinsi, 157 di antaranya meninggal dunia. Mantan Menteri Kesehatan Siti Supari Fadilah menilai hal ini menandakan pemerintah kebobolan, ia juga menyinggung penyebabnya belum tentu hanya berkaitan dengan obat, melainkan long COVID-19 hingga vaksinasi COVID-19.
"Ini kan masuknya kebobolan, kebobolan bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tapi kesalahan sistem, barangkali itu," kata Siti dalam sesi bincang online, Rabu (26/10/2022).
Siti sebelumnya menuding pihak BPOM RI tidak benar-benar menguji ulang obat yang didaftarkan. Melainkan fokus pada temuan masalah jika sudah beredar di pasaran sehingga berisiko. Meski mengkritik hal tersebut, ia menyayangkan langkah pemerintah yang kemudian menyetop seluruh sirup obat, dengan alasan efek yang berimbas pada ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini dikarenakan cemaran EG dan DEG relatif aman jika masih dalam ambang batas 0,1 persen menurut Farmakope. Sementara BPOM RI kala itu disebutnya belum mengetahui temuan kadar cemaran di sejumlah obat.
Tidak hanya itu, eks Menkes tersebut juga menduga adanya 'senjata biologis' yang mungkin berkaitan dengan fenomena kasus gagal ginjal akut.
"Anda ingat Bill Gates mengatakan bahwa kita sekarang ini mulai dari COVID-19, kita harus siap menghadapi perang biologi. Perang biologis itu ya salah satu contoh bentuknya seperti ini, tiba-tiba ada outbreak, penyebabnya bingung, tiba-tiba ada obat yang datang, kita harus beli," kata Siti, sembari mempertanyakan obat yang dibawa Menkes RI untuk pasien gagal ginjal akut.
Menjawab beberapa tudingan, Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi memastikan pemerintah cepat tanggap dalam laporan kasus gagal ginjal akut sejak ditemukan melonjak di akhir Agustus hingga minggu pertama awal September.
Pihaknya berkomunikasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk melihat kemungkinan penyebab yang serupa seperti dilaporkan Gambia.
"Kita terus membuat diskusi dengan IDAI kemudian juga memutuskan bukan hal yang sama dengan gagal ginjal akut sebelumnya, jadi ini proses yang panjang juga ya. Jadi kemudian tentunya pada saat kita mendapat info ada gambaran dari Gambia, kita langsung kemudian melakukan pemeriksaan kedua zat toksik yang dikatakan jadi penyebab di Gambia," kata dr Nadia dalam agenda serupa.
"18 September begitu kita menemukan zat toksik yg ada di kandungan urine dan darah anak gagal ginjal akut misterius tadi, kita langsung mengeluarkan Surat Edaran terkait bahwa kita menghentikan sementara penggunaan sirup cairan pada pelayanan kesehatan dan nakes, ini tentunya melindungi masyarakat kita," sambung dr Nadia.
NEXT: Kritik Siti Fadilah Supari untuk pemerintah
Siti yang menyayangkan sikap pemerintah terkait penghentian sementara seluruh obat sirup dikaitkan dengan gagal ginjal akut, menyoroti dampak tersebut pada sisi ekonomi. Namun, dr Nadia memastikan langkah tersebut merupakan tindakan konservatif Kemenkes RI untuk memastikan sejumlah anak aman dari risiko gagal ginjal akut misterius.
Terlebih, dalam perjalanan temuannya, zat toksik seperti cemaran EG dan DEG semakin konsisten ditemukan. Menkes Budi Gunadi Sadikin RI baru-baru ini juga menyebut laporan korban gagal ginjal akut misterius menurun signifikan usai penggunaan obat sirup dilarang sementara waktu.
"Jadi memang tentunya seperti dari zamannya bu Fadilah saat jadi Menkes ya juga kita secara paralel melakukan penelitian ini. Tetapi tentunya yang menjadi dasar Kemenkes mengatakan kita hentikan semua jenis penggunaan sirup obat cair karena kita menemukan ada zat toksik tersebut walaupun anak-anak tersebut sudah cuci darah, harusnya dengan cuci darah hilang ya, sudah beberapa kali cuci darah ternyata ini ga hilang," jawabnya.
"Kalau kita melihat setelah cuci darah zat toksik ditemukan, walaupun kita belum tahu penyebabnya, tapi konsisten dari 10 pasien yg dirawat di RSCM itu kita melihat 7 itu mengandung zat tersebut, yang paling konsisten di antara pemeriksaan-pemeriksaan lain seperti virus dan sebagainya, itu yang kemudian kita katakan bahwa kita hentikan sementara agar aman sambil menunggu proses pemeriksaan berlanjut di BPOM RI," pungkas dia.











































