Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan supplier pelarut obat cair yang menggunakan bahan dengan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) hingga lebih dari 90 persen, padahal ambang batas aman hanya 0,1 persen. Dalam penelusurannya juga, ditemukan bahan pelarut berisi EG dan DEG yang 'dioplos' dengan air.
Cemaran EG dan DEG pada sejumlah produk obat cair inilah yang diduga menjadi biang kerok ratusan kasus gagal ginjal akut pada anak di RI.
Supplier tersebut adalah distributor kimia biasa CV Samudra Chemical, yang memasok bahan pelarut obat untuk PT Yarindo Farmatama. Sebagai catat, distributor kimia biasa sebenarnya tidak boleh memasok bahan pelarut untuk industri farmasi. Industri seharusnya menggunakan pasokan bahan dari distributor khusus yang sesuai mutu pharmaceutical grade.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di gudang CV Samudra Chemical, pihak BPOM menemukan wadah pelarut obat cair bertuliskan 'propilen glikol', yakni bahan pelarut yang memang boleh digunakan asal cemaran EG dan DEG nya hanya 0,1 persen. Namun setelah dicek, drum tersebut berisi EG dan DEG hingga kadar cemaran 91 persen.
"Ternyata di dalamnya mengandung EG dan DEG. Kan itu propilen dibilangnya, propilen glikol. Dow chemical. Pasti produsen ini seharusnya tahu (bahwa) EG dan DEG 0,1 persen. Tapi kan kita temukan 91 persen. Ini hasil pengujian BPOM. Jadi ada pemalsuan," ungkap Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam konferensi pers di gudang CV Samudra Chemical, Cimanggis, Depok, Rabu (9/11/2022).
"Tadi Anda juga lihat di (gudang) ada mengoplos. Ada drum yang dioplos, jadi mereka mencampur EG dan DEG dengan air kelihatannya. Kemudian dikasih label bahwa ini propilen glikol. Ada proses pemalsuan seperti itu," imbuhnya.
NEXT: Alasan Pakai Bahan Pelarut Obat Cair Oplosan, Ada Unsur Cari yang Murah
Alasan Pakai Pelarut Oplosan
Menurut Penny, masih diperlukan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan ada atau tidaknya kesengajaan di balik penggunaan bahan pelarut ilegal tersebut. Yang pasti, terdapat kelalaian sehingga cemaran EG dan DEG bisa ratusan kali lipat melebihi ambang batas aman.
Namun sejauh ini, Penny menduga sempat terjadi kelangkaan bahan pelarut obat cair. Walhasil, industri farmasi menggunakan bahan pelarut dari distributor kimia biasa dengan harga lebih murah. Padahal, tidak seharusnya bahan kimia tersebut digunakan sebagai pelarut obat cair.
"Yang jelas, pasti murah EG dan DEG karena kategorinya bukan pharmaceutical grade. Kalau pharmaceutical grade mahal, mungkin perbandingannya 5 sampai 10 kali. Ini EG dan DEG, artinya adalah tidak pure," jelas Penny.
"Penelusuran ini kita periode mana di satu masa tertentu, di mana ada kelangkaan kelihatannya. Sulit mendapatkan, akhirnya mereka mendapatkan tawaran-tawaran dari produsen atau distributor kimia biasa. Seharusnya distributor PBF, jadi kategorinya adalah pharmaceutical grade. Tapi mereka mendapatkan tawaran-tawaran dari distributor kimia biasa. Ternyata melakukan pemalsuan," pungkasnya.
Kini, PT Yarindo Farmatama telah ditarik izin edar produk obat cairnya oleh BPOM. Selain Yarindo, terdapat empat industri farmasi yang mengalami sanksi serupa yakni PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma.
Simak Video "Video: BPOM Minta Tambahan Anggaran Rp 2,6 T, Tak Mau Kasus Gagal Ginjal Akut Terulang"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/up)











































