Gaya hidup yang berubah menjadi pemicu resesi seks atau hilangnya gairah berhubungan seks, memiliki anak, dan menikah, seperti yang terjadi di Korea Selatan. Pasalnya, angka kelahiran Korsel kembali mencetak rekor terendah dunia yakni 0,81.
Imbasnya bisa sangat serius. Jika populasi Korsel terus menyusut, tak bakal ada usia produktif yang bisa menggantikan 'aging population' sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di negara.
Para pejabat Korsel bak melakukan beragam cara untuk membujuk pasutri memiliki lebih banyak anak dan wanita yang 'ogah' menikah yakni insentif tambahan biaya melahirkan, tunjangan kesehatan, hingga kemudahan akses pinjaman, tetapi tampaknya strategi itu tak berhasil.
Dikutip dari BBC, uang tentu saja menjadi faktor berubahnya keinginan seseorang memiliki anak. Membesarkan anak di Korsel terbilang mahal dan banyak anak muda yang terbebani dengan biaya perumahan sangat besar.
Belum lagi kesenjangan upah gender di Korsel menjadi yang tertinggi di antara banyak negara kaya, sebagian besar wanita Korsel terbiasa berhenti bekerja setelah memiliki anak lantaran karier dinilai 'mandek'.
Intinya, banyak wanita Korsel dipaksa memilih antara berkarier atau berkeluarga. Kini, semakin banyak dari mereka memutuskan tidak ingin mengorbankan karier mereka.
"Kami sedang mogok punya bayi," demikian salah satu keluhan wanita kepada BBC.
Simak Video "Populasi Menurun dalam 60 Tahun, Generasi Muda China Enggan Berkeluarga"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)