Efek Love Bombing, Disebut Klarifikasi Arawinda Usai Dituding Jadi Orang Ketiga

Efek Love Bombing, Disebut Klarifikasi Arawinda Usai Dituding Jadi Orang Ketiga

Vidya Pinandhita - detikHealth
Jumat, 02 Des 2022 17:30 WIB
Jakarta -

Pemain film, Arawinda, disebut menjadi korban love bombing dan manipulasi dalam kasus perselingkuhan yang menyeret namanya dengan tudingan 'merebut' suami. Hal itu disampaikan oleh pihak manajemen yang menaunginya, yakni KITE Entertainment.

Terlepas dari nama-nama yang terseret dalam kasus tersebut, psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menjelaskan bahwa love bombing adalah sikap memberikan perhatian besar secara tiba-tiba dan terburu-buru. Hal ini bisa terjadi di awal perkenalan atau di awal hubungan, tak lain untuk mendapatkan simpati dan empati orang yang disukai.

"Love bombing dan manipulasi itu memang ciri-cirinya itu terkesannya terburu-buru, terkesannya kok mendapatkan atau memberikan perhatiannya langsung besar sekali kayak kejatuhan bom yang isinya perhatian. Mungkin kata-kata, mungkin hadiah, mungkin servis diantar-jemput tiba-tiba setiap hari, ditungguin, dibantuin ini-itu, dikasih hadiah ini-itu," jelas Sari pada detikcom, Rabu (30/11/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Orangnya juga tiba-tiba ingin segera mendapatkan kepastian, seolah-olah itu kayak baru mengenal seseorang, tapi orang yang dia kenal itu sepertinya sudah baik saja untuk dia. Dia ingin mendapatkannya, sehingga dia memberikan banyak perhatian, hadiah, mungkin bantuan, love bombing-nya seperti itu," lanjutnya.

Berbeda dengan hubungan yang normal, pasangan yang diawali dengan love bombing lebih berisiko mengalami pertengkaran. Pada tahap inilah, muncul peluang untuk pelaku love bombing untuk melakukan manipulasi. Pasalnya, lantaran pelaku sudah memberikan dan memperjuangkan banyak hal di awal menjalin hubungan, korban menjadi menyalahkan diri sendiri ketika terjadi pertengkaran dalam hubungan.

ADVERTISEMENT

NEXT: Love bombing bukan perwujudan cinta, melainkan 'senjata'

Ditambah, kebaikan yang sempat dilakukan pelaku love bombing di awal hubungan bisa diungkit berulang kali. Tak lain, untuk mengontrol korban dan menimbulkan perasaan menyalahkan diri sendiri. Di tahap ini barulah terlihat, kebaikan yang diberikan pada awal hubungan bukanlah berlandaskan cinta, melainkan senjata untuk mengendalikan korban.

"Akan ada fase-fase pertengkaran, adu cekcok, adu mulut, dan lain sebagainya dengan kemungkinan lebih besar pertengkarannya bisa terjadi dibandingkan pertengkaran yang tidak ada love bombing-nya. Kenapa kemungkinan bisa lebih besar? karena pelaku merasa bahwa selama ini banyak lho usaha ini yang sudah gue kasih ke lo. Gue sudah kasih lo waktu, ini-itu, gue kurang apa lagi sama lo?" beber Sari.

"Pelaku love bombing punya senjata itu sehingga secara tidak sadar menjadi senjata yang pihak satunya lama-lama bisa meragukan dirinya sendiri atau merasa dirinya sendiri 'iya ya, gue dikasih ini-itu gue nggak bersyukur nih begini saja kita ribut. Aku nurut deh karena dia sudah berusaha berjuang keras' begini-begitu. Ini jadi yang nggak pas. Love bombing-nya akhirnya bukan betul-betul sebagai perwujudan love, melainkan sebagai senjata suatu saat untuk mengontrol orang lain," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(vyp/naf)

Berita Terkait