Heboh Klarifikasi Arawinda Bantah Jadi Pelakor, Inikah Ciri-ciri Love Bombing?

Round Up

Heboh Klarifikasi Arawinda Bantah Jadi Pelakor, Inikah Ciri-ciri Love Bombing?

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Kamis, 01 Des 2022 08:10 WIB
Arawinda Kirana
Arawinda Kirana. (Foto: Instagram/@arawindak)
Jakarta -

Baru-baru ini pihak manajemen Arawinda Kirana menyampaikan klarifikasi terkait kasus perselingkuhan. Dalam klasifikasinya, pihak manajemen menyebut talent-nya merupakan love bombing dan manipulasi dari pria dalam kasus tersebut.

"Pria tersebut mulai memberikan love bombing terhadap talent kami secara intens selama hampir 2 minggu melalui perhatian, kata-kata manis, chat dan emoji flowers, love, hugs (chat masih tersimpan)," ditulis oleh pihak KITE Entertainment dalam unggahannya di Instagram, Selasa (29/12/2022).

Lalu, Apa Itu Love Bombing?

Psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, menjelaskan secara umum terkait love bombing. Itu merupakan sikap memberikan perhatian secara tiba-tiba dan terburu-buru.

Hal ini dilakukan pelaku love bombing untuk mendapatkan simpati dan empati. Caranya dengan memberikan seperti kata-kata, hadiah, hingga perhatian dengan bantuan untuk banyak hal.

Love bombing ini biasanya akan menunjukkan sikap mengontrol dan posesif, seperti 'abusive relationship'. Pada kasus ini korban love bombing akan dibuat merasa bersalah jika terjadi pertengkaran nantinya, sebab pelaku telah memberikan dan memperjuangkan banyak hal.

ADVERTISEMENT

"Love bombing dan manipulasi itu memang ciri-cirinya itu terkesannya terburu-buru, terkesannya kok mendapatkan atau memberikan perhatiannya langsung besar sekali kayak kejatuhan bom yang isinya perhatian. Mungkin kata-kata, mungkin hadiah, mungkin servis diantar-jemput tiba-tiba setiap hari, ditungguin, dibantuin ini-itu, dikasih hadiah ini-itu," jelas Sari pada detikcom, Rabu (30/11).

NEXT: Tanda-tanda Love Bombing

Tanda-tanda Love Bombing

Tak hanya perhatian dan hadiah, berikut tanda-tanda love bombing menurut psikolog:

1. Bersikap sangat terbuka meski baru kenal

Pelaku love bombing sering bersikap terbuka di fase awal kenal dengan orang yang disukainya. Di fase ini, pelaku akan menceritakan berbagai hal yang bersifat privasi, termasuk masalah keluarga.

"Dia (pelaku love bombing) juga membuka tentang cerita dirinya itu langsung banyak. Jadi nggak cuma profil saya kerja di mana dan usia berapa, nggak. Melainkan juga langsung ke arah mungkin baru ketemu sekali-dua kali tapi langsung ceritanya sampai ke hal-hal terdalam pengalaman dirinya untuk menarik simpati atau empati orang lain atau pasangan yang lagi dia suka," jelas Sari.

"Dia mencoba menarik simpati atau empati, entah mungkin ceritanya tentang pasangan dia sebelumnya, keluarga, aib, apalah mungkin sebelumnya. Pokoknya dia menggunakan berbagai cara untuk secara emosional bisa mendapatkan atensi dari pasangan satunya," sambungnya.

2. Mirip 'Abusive relationship'

Setelah itu, akan muncul perasaan saling membutuhkan antara pelaku dan korban love bombing. Di fase inilah manipulasi terjadi. Jika korban sudah merasa bergantung, pelaku bisa memanfaatkan hubungan tersebut jika terjadi pertengkaran nantinya.

"Gaslighting-nya berjalan, dia akan bagaimana caranya dia memanfaatkan hubungan yang ada. Jadi cycle-nya sebetulnya mirip-mirip seperti cycle of abuse, di mana ada fase nanti honeymoon-nya mereka, berbunga-bunga, banyak senang-senang dan lain sebagainya. Love bombing-nya di situ," jelas Sari.

"Habis itu nanti ada perdebatan, cekcok, dan lain sebagainya, terus adu pendapat mungkin, atau mungkin lain-lainnya, posesifnya, pertengkarannya, terus posesif seperti ingin mengendalikan," imbuhnya.

3. Rentan Dialami Orang yang Independen

Sari mengungkapkan love bombing ini bisa terjadi pada siapa saja, baik usia belia maupun dewasa. Namun, orang yang berusia muda sangat rentan menjadi korban love bombing karena pengalaman hubungan yang tidak banyak dan belum memahami konsep relationship secara matang.

Meski faktor usia berpengaruh, Sari menyebut kepribadian seseorang juga memengaruhi kerentanan seseorang untuk menjadi korban love bombing.

"Kalau orang yang tipenya dependen atau bergantung, mungkin bisa dari awal sudah dependen sehingga dia mendapatkan pasangan yang seperti itu, dia suka mendapatkan love bombing," jelas Sari lebih lanjut.

"Atau sebaliknya, yang aslinya dia nggak dependen, dia misalkan sebelumnya independen, tapi karena 'dapat love bombing kok enak ya?' jadinya nagih dengan love bombing itu. Dia jadi dependen atau bergantung sama sosok yang love bombing," sambungnya.

4. Pertengkaran Hebat Bisa Terjadi

Setelah fase love bombing atau dikenal juga sebagai 'honeymoon' berlalu, pertengkaran antara pasangan bisa terjadi. Di fase ini, pelaku sudah mulai bersikap posesif pada korban.

Hal ini bisa terjadi karena perasaan korban sudah dikontrol oleh pelaku sejak awal hubungan. Di saat inilah pelaku akan mengungkit-ungkit semua hal baik dan perjuangan yang telah ia berikan, sehingga korban akan merasa paling bersalah.

"Akan ada fase-fase pertengkaran, adu cekcok, adu mulut, dan lain sebagainya dengan kemungkinan lebih besar pertengkarannya bisa terjadi dibandingkan pertengkaran yang tidak ada love bombing-nya. Kenapa kemungkinan bisa lebih besar? Karena pelaku merasa bahwa 'selama ini banyak lho usaha ini yang sudah gue kasih ke lo. Gue sudah kasih lo waktu, ini-itu, gue kurang apa lagi sama lo?'," beber Sari.

"Pelaku love bombing punya senjata itu sehingga secara tidak sadar menjadi senjata yang pihak satunya (korban) lama-lama bisa meragukan dirinya sendiri atau merasa dirinya sendiri 'iya ya, gue dikasih ini-itu gue nggak bersyukur nih begini saja kita ribut. Aku nurut deh karena dia sudah berusaha berjuang keras'," pungkasnya.



Simak Video "Mitos atau Fakta: Pelaku KDRT-Tukang Selingkuh Susah Tobat"
[Gambas:Video 20detik]