Minimnya jumlah dokter dan dokter spesialis di Indonesia juga dikaitkan dengan adanya polemik bullying di kalangan dokter senior dan junior. Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi SpOT, sebetulnya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK IDI) sudah mewadahi atau memberi ruang bagi calon dokter spesialis yang mengalami perundungan.
Karenanya, program pendidikan dokter spesialis (PPDS) seharusnya tidak terhambat dengan adanya kasus bullying. Jika ada kejadian tersebut, bakal ada penindakan tegas.
''Kemudian bullying, IDI sudah punya fatwa MKEK soal bullying kita punya fatwa MKEK jadi kami sangat membuka kalau ada residen yang dibully, laporkan ke kami, kami akan proses, di situlah peran dari organisasi profesi, jadi kami sangat menjaga supaya ada proses,'' sebutnya dalam konferensi pers IDI, Selasa (13/12/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Adib mengaku memang menerima laporan dokter bullying setiap tahun, tetapi perlu ada kelanjutan terkait kemungkinan bullying yang dilaporkan apakah benar merupakan masalah atau kendala di pendidikan.
''Cuman nanti kalau bicara secara pengertian bullying kemana, yang harus kita lihat, kami jangan sampai ada peserta PPDS yang terlambat masa pendidikannya karena bullying, karena perundungan kita juga punya sebenarnya datanya, dari beberapa data kasus yang diterima,'' sambung dia.
Fatwa MKEK terkait No.044 tahun 2022 perundungan di lingkungan profesi kedokteran mencantumkan kategori bullying yakni tindakan perundungan yang meliputi perbuatan memaksa, menyakiti, mengintimidasi baik secara langsung atau melalui media daring.
''Termasuk penugasan paksa di luar waktu kerja atau pendidikan,'' sebut dr Adib mengutip fatwa tersebut.
Mereka yang melakukan bullying perlu mendapatkan teguran ke otoritas lingkungan kedokteran terkait. Contoh spesifik penindakan tegas bullying di kalangan dokter disebut Adib misalnya sanksi penurunan semester.
(naf/kna)











































