Mimpi Buruk Calon Dokter Spesialis, Bullying hingga Kasta 'Darah Biru'

Mimpi Buruk Calon Dokter Spesialis, Bullying hingga Kasta 'Darah Biru'

Alethea Pricila - detikHealth
Selasa, 06 Des 2022 05:30 WIB
Jakarta -

Seorang dokter residen atau calon spesialis asal Sumatera Barat menceritakan dirinya masih melihat beberapa fenomena bullying di tempat praktiknya ketika menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Ia tidak menyebutkan secara detail mengenai sikap bullying yang dimaksud namun menurutnya hal ini terus berlanjut seakan sudah menjadi 'tradisi' turun-temurun.

"Saya melihat fenomena bullying pak, saya nggak tau di center lain gmn, tapi di center saya sendiri karena saya baru semester tiga saya melihat fenomena ini terus berulang walaupun mungkin sebenarnya sering dialami mereka senior sudah lebih dulu mendapatkan bullying," cerita mahasiswi yang bernama Diniy dalam diskusi bersama Menteri Kesehatan yang disiarkan live YouTube @KemenkesRI, Minggu (4/12/2022).

"Apa yang kami dapatkan mungkin nggak ada seberapa-nya dibandingkan dulu, sehingga bullying itu terus berulang, kira-kira apa sih yang bisa dilakukan untuk menyeragamkan semua center di Indonesia bahwa memang bullying terhadap PPDS ini harus benar-benar dihapuskan, nggak ada lagi berkelanjutan," pintanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan bahwa kasus bullying akan mendapat penindakan tegas. Sanksi akan diatur dalam regulasi atau peraturan mendatang. Menurutnya, selama ini banyak mahasiswa yang mengalami perundungan atau perlakukan serupa tetapi tidak mengutarakan fakta sebenarnya.

"Saya nanti akan ngomong itu sebagai regulasi. Jadi nanti kalau itu (bullying) terjadi, diganti orangnya, kalau ternyata direktur RS-nya tidak menangani ya diganti direktur RS-nya, at least dari pemerintah itu yang bisa dilakukan," ucap Menkes.

ADVERTISEMENT

Ia menyebut beberapa kasus bullying di masa residen hanya oknum. Meski begitu, Menkes berpesan agar kebiasaan bullying tidak ikut dibawa mahasiswa residen saat mereka sudah menjadi senior. Hal inilah yang dinilai efektif dalam pemutusan perundungan selain menggunakan peraturan atau regulasi.

"Jadi teman-teman kalau sudah senior jangan seperti itu, ini kan terus-terusan nih, you have to promise me kalau Anda jadi senior jangan seperti itu. That is the best way, one day kan Anda semua di sini akan jadi senior, berhentiin dong," pesan Menkes.

NEXT: Kasta 'darah biru' anak profesor

Menkes Budi juga menyebut banyak menerima laporan permintaan rekomendasi untuk dokter residen atau menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang berpraktik di rumah sakit.

Situasi ini kerap dikaitkan dengan 'kasta' anak profesor hingga dokter. Menurutnya, banyak dari mereka yang otomatis tidak terpilih jika dihadapkan untuk bersaing dengan turunan 'darah biru'.

"Oh saya spesialis, tapi mau masuk satu kota susah pak, karena nggak dikasih rekomendasi dari yang di sana, kalau dikasih rekomendasi, dikasih-nya ke tempat lain,'' cerita dia dalam diskusi bersama dokter residen, Minggu (5/12/2022).

''Saya jadi menteri banyak sekali yang minta personal favor untuk bisa jadi spesialis, banyak banget, aku tanya kenapa sih? Bukannya gampang ya ada ujian-ujiannya tinggal masuk?,'' tanya Menkes.

Hal inilah yang harus diluruskan melalui reformasi kesehatan berdasarkan peraturan. Jika tidak ada, Menkes menyebut pemerintah akan sulit memenuhi kebutuhan dokter spesialis dalam waktu cepat.

Perbaikan kondisi ini dibutuhkan minimal puluhan tahun lamanya, sementara tiap tahun laporan kematian akibat penyakit menular maupun tidak menular dan beban kesehatan terus meningkat.

'Kenapa aku bilang darah biru? Karena ya buktinya aku terima banyak sekali, oh harus rekomendasi menteri ya? Iya Pak kalau nggak, aku nggak bisa masuk. Kenapa nggak bisa masuk? Iya saya kalah lah Pak, kalau dapat rekomendasi anaknya profesor, atau anaknya dokter,'' kata dia.

''That's what I heard. jadi aku kadang iseng juga aku tanya semua dokter spesialis di RSCM, bapak ibunya siapa sih, aku ada datanya juga, jadi pendebatannya lebih anak, aku lihatin datanya,'' pungkas dia.

Oleh karena itu, Menkes Budi menekankan ke depannya pemerintah akan memprioritaskan penanganan kesehatan di promotif dan preventif. Salah satunya adalah dalam meningkatkan layanan di puskesmas, posyandu prima, hingga Posyandu.

Halaman 2 dari 2
(up/up)

Berita Terkait