Dokter Buka Suara soal Potensi 'Resesi Seks' di RI, Betulan Bisa Seperti Jepang?

Dokter Buka Suara soal Potensi 'Resesi Seks' di RI, Betulan Bisa Seperti Jepang?

Alethea Pricilla - detikHealth
Rabu, 14 Des 2022 13:43 WIB
Dokter Buka Suara soal Potensi Resesi Seks di RI, Betulan Bisa Seperti Jepang?
Foto: Getty Images/Kevin Frayer
Jakarta -

Belakangan sex recession atau resesi seks kerap menjadi perbincangan. Hal ini terjadi karena sejumlah negara disebut tengah menghadapi fenomena tersebut. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo beberapa waktu lalu menyebut bahwa resesi seks dapat terjadi di Indonesia meski tidak dalam waktu dekat.

"Potensi itu ada, ada ya, tapi sangat panjang, karena kan gini usia pernikahan semakin lama kan semakin meningkat. (Ini bicara) pernikahan loh bukan seks. Usia pernikahan itu mundur, karena semakin menempuh studi, karier dan sebagainya," kata Hasto, saat ditemui di Hotel Shangri La beberapa waktu lalu.

Apa itu Resesi Seks?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait hal ini, dokter spesialis kebidanan kandungan Dr Benediktus A, MPH, SpOG(K) menyebut resesi seks merupakan kondisi terjadinya penurunan frekuensi orang yang melakukan hubungan seksual. Ini bisa terjadi karena banyak faktor.

"Akhir-akhir ini, sex recession naik lagi di Indonesia dilihat dari angka kelahiran atau orang yang melahirkan rendah di beberapa tempat. Sebenarnya ini enggak berhubungan langsung dengan angka kelahiran," kata dokter yang akrab disapa Benny ini kepada HaiBunda, Selasa (13/12/2022).

ADVERTISEMENT

Penyebab Resesi Seks

Menurut Benny, fenomena ini bisa terjadi karena banyak faktor seperti faktor biologis, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Semua faktor tersebut dapat membuat frekuensi hubungan seksual menurun namun tidak langsung berhubungan dengan angka kelahiran atau angka kesuburan.

Di Indonesia, angka kelahiran yang terdata dalam Total Fertility Rate (TFR) atau jumlah rata-rata anak yang akan dilahirkan dari wanita selama masa suburnya. Angka TFR di Indonesia diketahui sudah turun sejak lama. Meski begitu, ini bukan berarti tanda resesi seks.

"Angka TFR di Indonesia memang sudah turun sejak lama. Misalnya, bila orang dulu punya lima anak, sekarang sudah tidak atau angka TFR-nya di bawah 2,2. Bahkan, provinsi Bali di bawah 2, tapi nggak berarti bahwa terjadi resesi seks di Bali," jelasnya.

Resesi Seks dan Angka Kelahiran di Indonesia

Fenomena resesi seks di Indonesia disebut masih jauh terjadi karena Indonesia menjalankan program Keluarga Berencana (KB) yang artinya pemerintah mendorong adanya masyarakat untuk merencanakan kehamilan.

Resesi seks dan program KB merupakan dua hal yang berbeda. Resesi seks adalah frekuensi berhubungan seks yang menurun, sementara KB adalah program merencanakan keluarga dengan menunda kehamilan melalui penggunaan alat kontrasepsi. Pada program KB, frekuensi berhubungan seks tidak diperhitungkan.

Meski begitu, perlu diketahui program KB bukan cara Indonesia menurunkan angka kelahiran. Setidaknya, angka TFR Indonesia sudah hampir mencapai ideal untuk pertumbuhan populasi yang stabil.

"Tapi, ada yang perlu dibedakan antara TFR dengan resesi seks, karena Indonesia memang berusaha menurunkan TFR. Jadi, targetnya TFR sebuah populasi di negara supaya pertumbuhan stabil itu adalah 2,1 atau rata-rata punya dua anak," kata Benny.

"Indonesia sudah hampir mencapai TFR yang ideal di angka 2,24 (2021). Itu nggak bisa dihubungkan dengan resesi seks. Di Indonesia justru pemerintah ingin membatasi, tapi dengan tidak membuat orang jarang berhubungan seks," lanjut dia.

Istilah ini pertama kali mulai dikenal luas pada 2019 di Jepang. Setidaknya 1 dari 10 pria Jepang berusia 30 tahun belum pernah melakukan hubungan seksual. Ini dibuktikan dari tingkat 'keperawanan' di Jepang masih jauh tertinggal dibandingkan negara maju lainnya.

KLIK DI SINI UNTUK HALAMAN SELANJUTNYA




(naf/naf)

Berita Terkait