Linimasa Twitter diramaikan perbincangan seputar wejangan 'jangan nikah buru-buru'. Sejumlah warganet membenarkan, hubungan pernikahan sebaiknya dijalin ketika seseorang sudah mencapai usia yang cukup matang baik secara fisik maupun mental. Namun di sisi lain, banyak juga yang menganggap pernikahan sebagai niat baik yang tidak seharusnya ditunda-tunda.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo, SpOG, menjelaskan perempuan dianjurkan untuk menikah di usia 20 tahun ke atas, sementara laki-laki umur 25 tahun ke atas. Angka tersebut berpatok pada mental, finansial, dan fisik khususnya terkait tubuh perempuan yang akan melahirkan.
"Saya kira pernyataan itu banyak benarnya, karena kan sekarang ini orang masih banyak perempuan yang menikah belum di usia 20 tahun. Kemudian kedua, laki-laki harapannya lebih dewasa daripada perempuan sehingga kita BKKBN kampanye nya laki-laki 25 tahun dengan harapan laki-laki sebagai pemimpin keluarga jauh lebih dewasa daripada perempuan," jelasnya pada detikcom, Senin (19/12/2022).
"Harapannya juga usia 25 tahun untuk laki-laki sudah mendapatkan pekerjaan yang mapan untuk menanggung secara finansial. Jadi kematangan secara ekonomi, kesiapan secara mental dewasa, saya kira cukup," imbuh dr Hasto.
Lebih lanjut dr Hasto menjelaskan, perempuan yang menikah dan melahirkan di usia sebelum 20 tahun berisiko mengalami kematian baik pada ibu dan bayi, hingga anak mengidap stunting. Terlebih, ukuran pinggul perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun masih terlalu sempit untuk melahirkan.
"Ibunya sendiri (melahirkan di umur sebelum 20 tahun) ukuran pinggulnya masih sempit, kemudian dia sering anemia. Mereka juga perempuan yang usianya masih belasan tahun kan sebetulnya tulangnya masih harus tambah panjang tapi gara-gara hamil terus komponen tulang diambil oleh bayinya. Ini yang membuat perempuan hamil terlalu muda tidak bagus," beber dr Hasto.
Namun sebaliknya, dr Hasto menjelaskan, perempuan yang melahirkan di usia 35 tahun ke atas juga tergolong berisiko. Di antaranya berupa risiko kecacatan bawaan, hingga kelainan kromosom.
"Setelah umur 35 tahun, jangan hamil lagi. Jadi kalau menurut saya, seperti itu terlebih untuk perempuan. Kalau (menikah) ditunda-tunda juga nggak bagus," beber dr Hasto lebih lanjut.
Tinggi Risiko Perceraian
dr Hasto juga menegaskan, kebanyakan kasus perceraian justru dipicu masalah-masalah kecil, namun terjadi terus-menerus. Jika suami-istri belum cukup dewasa untuk menghadapi konflik tersebut dengan cara yang benar, maka besar risiko perceraian.
"Sekarang ini kan angka perceraian juga tinggi. Perceraian itu lebih disebabkan konflik-konflik kecil yang sifatnya terus-menerus terjadi yaitu namanya konflik kronis. Kronis itu kan berlangsung lama, terus-menerus itu namanya kronis," ungkap dr Hasto.
"Kalau perkawinan, kitu umumnya karena kronis faktor yang terus-menerus konflik dan kekurangdewasaan sehingga kawin-kawin pada usia terlalu muda kemudian laki-laki masih belum dewasa untuk mengasuh istrinya ini menjadi sumber utama perceraian juga," pungkasnya.
Hmm.... gimana nih, kalau ada yang kasih wejangan 'jangan nikah buru-buru', bakalan setuju atau nggak setuju? Tuliskan pendapat di komentar.
Simak Video "Resesi Seks Hantui Indonesia, Isu atau Fakta? "
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/up)