Kini heboh perihal penjualan rokok per batang atau 'ketengan' bakal dilarang mulai 2023 mendatang. Hal tersebut sempat disinggung Presiden RI Joko Widodo, mengacu pada salinan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.
Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani sempat melaporkan konsumsi rokok meraup biaya terbesar bagi rumah tangga di Indonesia, mengalahkan besaran pengeluaran untuk bahan makanan daging dan telur. Menurutnya, rumah tangga miskin rata-rata mengeluarkan Rp 246.382 per bulan untuk rokok. Padahal, besaran uang tersebut bisa digunakan untuk membeli tahu dan tempe demi meningkatkan gizi rumah tangga miskin.
"Ini memang menimbulkan suatu dilema mengenai bagaimana kita bisa mempengaruhi konsumsi rumah tangga agar lebih memprioritaskan barang-barang yang memang lebih bergizi atau lebih dibutuhkan oleh terutama anak sehingga dia bisa menjadi tumbuh sehat dan produktif serta baik," ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (12/12/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harus Apa biar Jumlah Konsumsi Rokok di RI Bisa Ditekan?
Dihubungi secara terpisah, spesialis paru RS Persahabatan dan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan, SpP(K), menyebut langkah pelarangan penjualan rokok per batang tidak akan berdampak menekan jumlah perokok di Indonesia.
Menurutnya, peningkatan harga bakal lebih efektif membuat warga RI ogah membeli rokok.
"Dampaknya tidak terlalu banyak.Para perokok yg kreatif akan patungan untuk beli sebungkus rokok terus dibagi-bagi," jelasnya pada detikcom, Selasa (27/12).
"(Cara yang lebih mempan untuk menekan angka konsumsi rokok) naikan harga minimal 3 kali lipat. Edukasi masif tentang bahaya merokok, naikan cukai rokok," imbuh dr Erlina.
Ia juga menanggapi data pengeluaran rumah tangga untuk rokok di rumah tangga lebih besar dibandingkan kebutuhan pangan. Ia menyayangkan, lantaran uang tersebut sebenarnya bisa digunakan untuk menopang kebutuhan gizi anak di keluarga.
"Data ini harus disebarluaskan agar masyarakat sadar bahwa rokok itu berdampak ke gizi keluarga dan mungkin ke IQ anak-anak," ungkap dr Erlina.
"Bahaya kan. Anak kurang gizi karena bapaknya lebih beli rokok daripada beli telur," pungkasnya.
Larangan penjualan rokok 'ketengan' ke depannya akan dibarengi larangan pemasangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media informasi. Pengawasan bakal dilakukan secara intensif di media informasi, penyiaran, dalam dan luar ruang.











































