Viral Iklan Surat Izin Sakit Palsu dari Konsultasi Online, Begini Penegasan IDI

Terpopuler Sepekan

Viral Iklan Surat Izin Sakit Palsu dari Konsultasi Online, Begini Penegasan IDI

Alethea Pricila - detikHealth
Sabtu, 31 Des 2022 16:00 WIB
Viral Iklan Surat Izin Sakit Palsu dari Konsultasi Online, Begini Penegasan IDI
Viral surat izin sakit palsu dari Konsultasi Online. (Foto: Getty Images/iStockphoto/cyano66)
Jakarta -

Heboh surat izin sakit 'palsu' yang diperoleh dari konsultasi online. Bahkan dalam iklan yang viral beredar disebutkan bahwa surat bisa diperoleh hanya dalam waktu 15 menit. Iklan itu terpampang di commuterline (KRL) dan menjadi sorotan warganet.

Terkait hal tersebut, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr dr Beni Satria, MH (Kes), SH, MH, menjelaskan menjelang Tahun Baru memang banyak masyarakat yang tergiur membuat surat izin sakit demi mendapatkan kesempatan libur kerja.

"Tidak bisa dipungkiri, akan banyak oknum masyarakat, karyawan, atau tenaga kesehatan yang akan memanfaatkan dan tergiur (membuat surat izin sakit)," ungkap dr Beni pada detikcom, Rabu (28/12/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun ditegaskannya, surat izin sakit tidak bisa dibuat sembarangan. Seiring dengan adanya regulasi dan adanya sanksi untuk dokter yang mengeluarkan surat keterangan sakit yang tidak sesuai prosedur.

Aturan Keperluan Izin Surat Sakit

Lebih lanjut dr Beni menyebut bagi masyarakat yang benar-benar sakit dan memerlukan istirahat, surat izin harus diperoleh melalui konsultasi langsung dengan dokter agar diagnosa penyakit bisa ditegakkan secara objektif.

ADVERTISEMENT

"Apabila benar benar sedang merasakan sakit, sebaiknya langsung berkonsultasi ke dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan oleh dokter yang memiliki izin. Sampaikan semua keluhan secara terbuka dan jujur agar dokter dapat objektif menegakkan diagnosa," jelas dr Beni.

"Apabila pasien memang membutuhkan istirahat untuk pemulihan kesehatan, dokter pasti akan menerbitkan surat keterangan sakit yang bisa dipertanggungjawabkan," imbuhnya.

Mengacu pasal 35 UU No 29 Tahun 2004, menurut dr Beni, ada tiga poin yang tidak 'dipatuhi' dalam pemberian surat sakit online jika dilakukan melalui telemedicine. Khususnya dalam layanan yang viral.

Pertama, tidak ada pemeriksaan fisik dan mental pasien, penegakan diagnosis, menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien, melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi.

''Regulasi telemedicine saat ini hanya mengatur pelayanan dari Fasyankes ke Fasyankes belum dokter ke pasien secara langsung tanpa melalui pertemuan tatap muka pertama,'' terang dr Beni kepada detikcom, Minggu (25/12).

NEXT: Ketahuan pakai surat 'palsu', dokter dan pasien sama-sama kena sanksi

Ditemukan Dua Nama Dokter

Ditemukan nama dokter serupa dengan contoh surat sakit viral yakni empat nama Wahyu Setiawan sehingga butuh ditelusuri lebih lanjut. Nama dokter lainnya yang ditemukan adalah Peter Fernando yang merupakan anggota IDI Kabupaten Landak, Kalimatan Barat.

''Kalau akhirnya kesimpulannya etik berat, tentu rekomendasi pencabutan STR. Itu pun sifatnya rekomendasi yang diberikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia,'' beber dr Beni dalam konferensi pers Selasa (27/11).

''Akan berpotensi dicabut SIP-nya, tetapi itu kewenangan pemerintah melalui dinas kesehatan,'' sambung dia.

Satu hal yang pasti, IDI akan menelusuri lebih jauh dan menindak kemungkinan pelanggaran yang dilakukan.

Sanksi dari IDI

Jika terbukti melakukan pelanggaran dalam kewenangan memberikan surat 'palsu' baik dokter dan pasien akan mendapat sanksi. dr Benny menyebut temuan awal IDI, dokter yang bermitra dengan layanan viral itu merupakan anggotanya.

Dokter tersebut kemungkinan besar diberikan sanksi etik. Dokter tersebut juga akan dicabut Surat Izin Praktik (SIP) oleh Dinas Kesehatan jika terbukti melakukan pelanggaran berat.

''Tentu kalau hanya pelanggaran ringan kesimpulan dari etik itu yang nanti akan dilakukan pembinaan dan dari organisasi profesi dalam bentuk mengikuti seminar atau membuat tulisan tentang terkait pelanggaran hukum yang dilakukan bersangkutan, jadi tergantung terkait izinnya atau tergantung dengan pelanggaran yang dilakukan,'' sambung dia.

Dokter dan pasien yang terbukti melanggar hukum juga bisa dikenakan pidana dengan ancaman 4 tahun penjara. Beni menekankan pemberian surat sakit ditunjukkan dengan kondisi pasien bersangkutan, bukan berdasarkan kebutuhan dirinya untuk menghindari pekerjaan dan hal lain.

"Jika dipergunakan lalu merugikan pihak tertentu, oknum dokter dan pasien bisa diancam 4 tahun penjara dan juga melanggar kode etik kedokteran," pungkas dr Beni.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Catatan Ketua IDAI soal Penyakit Cacingan: Bukan Masalah Biasa"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Berita Terkait