Riset FKP Unhas: Mikroplastik Lebih Banyak di AMDK Gelas Plastik

ADVERTISEMENT

Riset FKP Unhas: Mikroplastik Lebih Banyak di AMDK Gelas Plastik

Sukma Nur - detikHealth
Senin, 02 Jan 2023 12:20 WIB
AMDK Gelas Plastik
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang bekerja sama dengan FMCG Insights mengungkapkan mikroplastik paling banyak mengkontaminasi air minum dalam kemasan (AMDK) gelas plastik bukan di AMDK botol dan galon plastik.

"Dari hasil uji statistik, diketahui bahwa mikroplastik lebih banyak ditemukan pada AMDK gelas plastik jika dibandingkan dengan kemasan botol dan galon plastik," kata salah satu peneliti utama, Khusnul Yaqin dalam keterangan tertulis,Selasa (2/1/2023).

Penelitian ini dilakukan oleh tim Khusnul terhadap beberapa merek AMDK dalam berbagai bentuk kemasan, yaitu botol, galon, dan gelas dengan beberapa merek AMDK terpilih.

Dari tiap-tiap merek yang dipilih, maka diambil sampel sebanyak empat buah dan dilakukan identifikasi polimer. Identifikasi dalam penelitian ini menggunakan Fouier-Transform Infrared Spectrometer (FTIR) 8400S Shimadzu.

Hasil penelitian menunjukkan, hanya ada lima dari total 48 sampel yang tidak terkontaminasi oleh mikroplastik.

"Dengan kata lain, ada 89,6 persen sampel AMDK yang terkontaminasi mikroplastik," kata Khusnul.

Lebih lanjut, Khusnul menjelaskan konsentrasi partikel mikroplastik yang ditemukan berkisar antara 1,67-12,00 partikel/L. Konsentrasi partikel mikroplastik dengan kuantitas seperti ini, menurut Khusnul, masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan sejumlah penelitian yang pernah dilakukan.

Dibandingkan botol dan galon plastik, kata Khusnul, gelas plastik ternyata menjadi kemasan terbanyak yang terkontaminasi mikroplastik.

"Umumnya bentuk mikroplastik yang ditemukan adalah fiber dan fragmen. Fiber jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan fragmen secara statistik," jelas Khusnul.

Dari riset tersebut juga ditemukan jumlah fiber mencapai 92,19 persen dari mikroplastik yang ditemukan dan sisanya adalah fragmen (7,81 persen). Ukuran mikroplastik yang ditemukan untuk fiber yaitu 94,46-4.496,34 µm. Ukuran mikroplastik dalam bentuk fragmen yaitu 58,01-574,16 µm.

Sebagian mikroplastik yang mengkontaminasi AMDK selanjutnya dianalisis polimernya dengan FTIR. Polimer yang ditemukan pada bentuk fragmen, yaitu Polyethylene chlorinated, Polyamide 66, Polypropylene, dan Polyamide 6, sedangkan pada bentuk fiber adalah Polypropylene, karet, Ethylene propylene, Polyamide 6, Polyethylene chlorinated, dan Polypropylene.

"Dari penemuan polimer ini, dapat kita ketahui bahwa sebagian besar sumber kontaminasi mikroplastik berbeda dari polimer yang digunakan dalam pembuatan kemasan AMDK," kata Khusnul.

"Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan bahwa sumber mikroplastik yang ada di dalam AMDK tidak mungkin berasal dari kemasannya, jadi sumber kontaminasi mikroplastiknya patut diduga justru berasal dari sumber air baku dan udara saat proses pengemasan AMDK dilakukan," imbuhnya.

Menurut Khusnul, penemuan timnya sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sherri A Mason dari State University of New York, Fredonia, Amerika Serikat (2018), Xue-jun Zhou dari Zhe Jiang Institute of Product Quality and Safety Inspection, Hangzhou, Cina (2021), dan Anna Winkler dan dari Department of Environmental Science and Policy, University of Milan, Italia (2019).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, baik Mason, Zhou, maupun Winkler, sepakat menyatakan mikroplastik yang ditemukan di dalam AMDK tidak mungkin bersumber dari kemasannya, tetapi memungkinkan berasal dari sumber air bakunya atau mikroplastik yang ada di udara pada saat proses pengemasan AMDK.

Khusnul menambahkan dampak negatif mikroplastik bagi tubuh manusia sejauh ini masih belum banyak diketahui. Sistem detoksifikasi tubuh manusia juga, kata Khusnul masih sanggup menyaring dan membuang kontaminasi mikroplastik pada pangan.

"Yang menjadi concern saat ini adalah keberadaan mikroplastik dalam jumlah besar di badan perairan, yang bisa berakibat fatal bagi biota laut," tutur Khusnul.

Berdasarkan hasil penelitian ini, Khusnul menyarankan diperlukan penelitian yang lebih ekstensif dengan menambah jumlah sampel sehingga hasil penelitian dapat dikatakan mewakili jumlah AMDK yang beredar di pasaran.

Ia juga menyarankan penelitian tentang mikroplastik tidak hanya difokuskan pada AMDK, tapi berbagai jenis minuman lain seperti jus dan susu yang dikemas dengan kemasan plastik atau kaleng, bahkan pada air ledeng di rumah-rumah.

Menurut Khusnul, selain mikroplastik, yang sangat penting untuk dicegah adalah migrasi bahan kimia berbahaya dari plastik ke air minum.

"Bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai bahan aditif dalam pembuatan plastik dan sudah diketahui secara ilmiah dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan ekosistemnya, seperti Bisfenol A (BPA), harus dilarang penggunaannya," ucap Khusnul.

Sebagai informasi, alasan Tim FKP Unhas bekerja sama dengan FMCG Insights melakukan penelitian mikroplastik pada AMDK disebabkan penelitian terhadap mikroplastik di dalam AMDK di Indonesia masih sangat jarang. Salah satu yang pernah melakukannya adalah Arif Luqman dan kawan-kawan. Hasil penelitian tersebut kemudian dipublikasikan melalui artikel bertajuk, 'Microplastic contamination in human stools, foods, and drinking water associated with Indonesian coastal population' pada 2021.

"Penelitian seperti yang dilakukan oleh Luqman sangat penting sebagai bahan evaluasi penggunaan kemasan plastik untuk AMDK.Karena itu, perlu dilakukan penelitian pada beberapa merek AMDK dalam berbagai kemasan, terutama di wilayah Makassar," pungkas Khusnul.

(fhs/ega)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT